digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Selama pandemi, merek e-commerce fast fashion seperti Shein menjadi pemimpin di ritel fashion online karena maraknya Fashion Influencer di media sosial, khususnya TikTok. Influencer secara signifikan memengaruhi tren fesyen, dan keberhasilan mereka dalam mempromosikan merek fesyen telah meramalkan peningkatan luar biasa dalam e-commerce dan penjualan tradisional. Namun, karena keberhasilan pemasaran Influencer, konsumsi massal oleh audiens mereka telah menyebabkan kerusakan lingkungan, meningkatkan kekhawatiran akan penerapan pemasaran influencer yang berkelanjutan dalam industri mode cepat. Makalah penelitian ini menyelidiki dampak fashion influencer terhadap perilaku pembelian konsumen dan penjualan merek fashion cepat saji, dengan fokus pada Shein dan TikTok dan menargetkan Generasi Z dan Milenial akhir di Asia Tenggara yang mengikuti fashion influencer di Instagram dan TikTok. Makalah ini juga mengeksplorasi seberapa cepat merek fashion dapat menggunakan fashion influencer untuk mempromosikan keberlanjutan. Penulis mempelajari pertanyaan-pertanyaan kunci berikut: Karakteristik apa yang dimiliki oleh fashion influencer yang menarik bagi orang-orang dan memengaruhi perilaku pembelian konsumen? Seberapa sering pelanggan membeli merek fast fashion karena fashion influencer di TikTok dan platform media sosial lainnya? Fitur apa yang dimiliki merek fast fashion yang menarik pelanggan untuk membeli dari mereka? Penulis juga mengeksplorasi tujuan utama berikut: untuk memilih influencer yang tepat untuk mempromosikan keberlanjutan dalam industri fast fashion, untuk memahami dampak dari fashion influencer pada perilaku pembelian konsumen muda dan pengaruhnya terhadap penjualan merek fashion cepat, dan untuk memahami preferensi merek fast fashion di kalangan konsumen. Untuk mengatasi konsumsi berlebihan, merek dapat menggunakan pemberi pengaruh mode dalam kampanye keberlanjutan alih-alih mempromosikan pakaian. Hasil survei menunjukkan bahwa influencer tidak berpengaruh signifikan terhadap penjualan. Namun, influencer efisien dalam menyebarkan kesadaran merek. Merek fast fashion harus memilih fashion influencer yang modis, kreatif, dan autentik untuk menjangkau minat konsumen muda dan menyampaikan inisiatif keberlanjutan perusahaan secara efektif. Makalah penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, termasuk ukuran sampel yang tidak mencukupi, batasan waktu, perspektif yang terbatas, penggunaan pendekatan kuantitatif, dan terutama analisis deskriptif. Makalah penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan karena ukuran sampelnya yang kecil yaitu kurang dari 100 responden. Penulis hanya mendistribusikan Formulir Google melalui akun media sosial pribadi dan email komunitas universitas, sehingga sulit untuk menggeneralisasi temuan ke seluruh populasi. Penulis juga menghadapi keterbatasan waktu yang mempengaruhi kualitas dan kedalaman penelitian. Studi ini hanya mencari perspektif konsumen dan tidak mendalami praktik keberlanjutan Shein atau merek fast fashion lainnya. Selain itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, membatasi analisis untuk menemukan pola dan bukan opini. Terakhir, analisis penelitian terutama bersifat deskriptif dan tidak memiliki analisis ekstensif tentang hubungan sebab-akibat antara pemberi pengaruh dan pengikut mereka. Untuk meningkatkan penelitian di masa mendatang, penulis menyarankan untuk menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan wawasan yang lebih dalam tentang praktik berkelanjutan Shein atau merek mode cepat pilihan, yang akan memandu penerapan Influencer Marketing menuju inisiatif keberlanjutan tertentu. Selain itu, penulis merekomendasikan ukuran sampel yang lebih besar untuk mewakili populasi yang ditargetkan dengan lebih akurat. Jika peneliti selanjutnya menggunakan pendekatan kuantitatif, penulis merekomendasikan untuk menggunakan analisis varians (seperti ANOVA) untuk mengidentifikasi hubungan sebab akibat antara beberapa variabel.