Studi paleontologi secara rinci atas fosil Stegodon yang berasal dari wilayah
Sangiran telah dilakukan untuk merekonstruksi paleoekologi dan biostratigrafi
berdasarkan fosil Stegodon. Sangiran merupakan sebuah kubah yang memiliki
arah ENE-SWS, banyak tersingkap dengan baik sedimen berumur Kuarter.
Sangiran dipilih sebagai objek studi karena banyak ditemukan fosil Stegodon,
namun sedikit sekali peneliti yang tertarik melakukan penelitian mengenai fosil
Stegodon dari Sangiran.
Studi paleontologi fosil Stegodon telah dilakukan berdasarkan koleksi dari
Formasi Bapang (=Kabuh) dan Sangiran (=Pucangan), yang dimiliki oleh Balai
Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, Museum Geologi, Pusat
Survey Geologi (PSG) Bandung, dan Laboratorium Paleontologi, Program Studi
Teknik Geologi, ITB.
Dalam penelitian ini telah dilakukan identifikasi, pengukuran biometri, dan
analisis atas fosil Stegodon, sedangkan untuk paleoekologi direkonstruksi
berdasarkan data palinologi. Keseluruhan fosil yang diteliti telah diidentifikasi
sebagai spesies Stegodon elephantoides dan S. trigonocephalus. (Clift, 1828) dan
Stegodon trigonocephalus (Martin, 1884). Stegodon elephantoides memiliki
karakter: horizontal ramus yang tebal dan kokoh, has robust feature, alveoli
sempit, simfisi yang memanjang, dan jumlah ridge yang lebih sedikit, serta nilai
HI yang rendah. Dari hasil penelitian ini, Stegodon trigonocephalus telah dibagi
menjadi dua kelompok berdasarkan analisis kluster (Cluster analysis) dan analisis
komponen utama (principal component analysis). Kedua kelompok berasal dari
dua formasi yang berbeda, yaitu Formasi Bapang dan Formasi Sangiran. Stegodon
trigonocephalus yang berasal dari Formasi Sangiran memiliki karakteristik
horizontal ramus yang tebal, alveoli yang sempit dan lengkung intralaveolar yang
panjang; jumlah ridge yang lebih sedikit, dan nilai indeks hypsodont (HI) pada M2
yang lebih tinggi dan M3 yang lebih rendah, serta tingkat keausan yang lebih
tinggi; sedangkan Stegodon trigonocephalus dari Formasi Bapang memiliki
horizontal ramus yang relatif lebih tipis, alveoli yang lebih lebar, dan lengkung
intraalveolar yang pendek; miliki jumlah ridge yang lebih banyak, dan nilai
indeks hypsodont (HI) pada M2
yang lebih rendah dan M3 yang lebih tinggi, serta tingkat keausan yang lebih rendah. Selanjutnya dalam studi ini, Stegodon
trigonocephalus yang berasal dari Formasi Sangiran disebut Stegodon
trigonocephalus dari Sangiran, dan yang berasal dari Formasi Bapang disebut
Stegodon trigonocephalus dari Bapang.
Formasi Sangiran terdiri atas endapan lahar yang disebut satuan Lahar Bawah di
bagian bawah, dan lempung hitam yang diselingi oleh batupasir halus di bagian
atas. Formasi Bapang terdiri dari batupasir yang sangat kasar dan konglomeratan
dengan sisipan tufa dan batupasir tufaan yang merupakan endapan sungai.
Berdasarkan litostratigrafi, diindikasikan bahwa telah terjadi perubahan
lingkungan pengendapan dari pengendapan dengan energi lemah menjadi
pengendapan dengan energi kuat yang mampu membawa sedimen berupa pasir
dan kerikil yang berasal dari tinggian gunung api di sekitarnya. Perubahan iklim
dan lingkungan juga tampak dari perubahan komposisi vegetasi, dari hutan
dataran rendah dengan rawa mangrove dan padang rumput berawa pada kondisi
iklim basah pada saat pengendapan Formasi Sangiran, menjadi padang rumput
terbuka dengan kondisi iklim kering pada saat pengendapan Formasi Bapang.
Oleh adanya perbedaan-perbedaan tersebut, maka disusun dua satuan
biostratigrafi berdasarkan Stegodon. Satuan yang lebih tua dicirikan oleh
Stegodon elephantoides dan Stegodon trigonocephalus dari Sangiran yang
termasuk dalam Fauna Ci Saat hingga Trinil HK, berumur Plestosen awal dan
satuan yang lebih muda dicirikan oleh Stegodon trigonocephalus dari Bapang
yang termasuk dalam Fauna Kedung Brubus berumur Plestosen Tengah.