ABSTRAK Neira Ramadhania
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan
Kelelahan merupakan isu keselamatan yang penting dalam sektor perkeretaapian. Pada
kegiatan mengemudi, faktor yang berkaitan erat dengan kelelahan adalah pola tidur. Namun
demikian, untuk memenuhi kebutuhan tidurnya, masinis cenderung melakukan split sleep
yang menyebabkan berkurangnya kualitas tidur. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
pengaruh penerapan split sleep terhadap kelelahan saat mengemudikan simulator kereta api.
Sebanyak 15 partisipan laki-laki dengan karakteristik mirip dengan masinis melakukan tiga
kondisi tidur, yaitu split sleep, consolidated sleep, dan baseline. Pada kondisi split sleep,
tidur terbagi menjadi dua segmen pada pukul 05.00 – 10.00 dan 12.00 – 15.00. Consolidated
sleep dilakukan secara kontinu pada pukul 05.00 – 13.00, sedangkan kondisi baseline
melakukan tidur secara kontinu pada pukul 21.00 – 05.00. Setelah itu, seluruh partisipan
diminta untuk mengemudikan simulator kereta api selama 2,5 jam di laboratorium.
Kelelahan diukur dengan menggunakan indikator okular (durasi kedipan, frekuensi kedipan,
durasi fiksasi, dan microsleep/minute), ekspresi wajah (Behaviour-Observed Rating Scale
dan video rating), dan subjektif (kuesioner Karolinska Sleepiness Scale dan Visual Analogue
Scale). Pengukuran indikator okular dan ekspresi wajah dilakukan secara kontinu selama 2,5
jam, sedangkan pengisian kuesioner subjektif dilakukan setiap interval 10 menit. Hasil
penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kelelahan dan perbedaan signifikan pada
ketiga kondisi tidur berdasarkan indikator okular dan ekspresi wajah. Namun, data indikator
subjektif tidak menunjukkan adanya perbedaan antara ketiga kondisi tidur, hanya
menunjukkan adanya perbedaan durasi mengemudi. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan
bahwa kondisi tidur split sleep memiliki tingkat kelelahan yang lebih tinggi sebesar 7% -
53% dibandingkan tidur normal berdasarkan pengukuran indikator okular dan ekspresi
wajah. Dengan begitu, kondisi split sleep tidak disarankan untuk dilakukan oleh masinis
karena dapat meningkatkan kelelahan. Namun, jika split sleep harus diterapkan, maka perlu
dirancang fatigue risk management system untuk menanggulangi masalah tersebut. Selain
itu, dapat dilakukan training fatigue dan sleep management sebagai edukasi terkait tidur
yang baik serta penanggulangan kelelahan. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan
validasi lapangan untuk memastikan simulator baik dan memiliki high fidelity.