Prediksi kualitas udara untuk keperluan operasional masih sangat terbatas, utamanya di wilayah DKI Jakarta. Proses prediksi diperlukan karena wilayah tersebut memiliki polusi udara yang tinggi dan berdampak buruk bagi masyarakat. Salah satu model yang dapat digunakan yakni WRF-Chem. Akan tetapi, sebelum model dapat diterapkan secara operasional perlu dilakukan tahap evaluasi performa model dalam merepresentasikan kondisi kualitas udara, seperti PM2.5 yang sudah umum diobservasi di wilayah DKI Jakarta.
Pada penelitian ini, data GFS, MEGAN, dan EDGAR digunakan sebagai initial condition serta lateral boundary dalam model WRF-Chem. Penelitian ini akan menggunakan dua skenario cumulus radiation feedback yang diaktifkan dan dinonaktifkan untuk melihat pengaruh umpan balik parameterisasi radiasi. Verifikasi hasil model WRF-Chem menggunakan data observasi permukaan untuk parameter arah serta kecepatan angin akan menggunakan diagram windrose dan parameter temperatur serta PM2.5 menggunakan analisis spasial dan temporal untuk melihat perbedaan hasil model dengan observasi.
Analisis simulasi untuk dua skenario menunjukkan adanya perbedaan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Skenario 1 menghasilkan nilai RMSE PM2.5 rata-rata wilayah DKI Jakarta sebesar 18,72 ????????/????3 dan 17,46 ????????/????3 untuk Skenario 2 serta keduanya menghasilkan korelasi negatif. Namun, model WRF-Chem dengan Skenario 2 cenderung lebih representatif dibandingkan Skenario 1. Kondisi ini dibuktikan dengan hasil model pada variabel meteorologi yang sesuai terhadap data observasi dan nilai evaluasi yang lebih baik. Sedangkan, ketika berfokus terhadap Skenario 1 tidak terlihat adanya pola cuaca yang sesuai walaupun rentang nilai konsentrasi PM2.5 sudah cukup representatif. Selain adanya pengaruh feedback, rentang nilai PM2.5 model WRF-Chem juga dipengaruhi oleh data EDGAR yang memiliki nilai underestimate dan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.