digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 persentase pekerja laki-laki pada industri makanan dan minuman di Indonesia adalah 62% sedangkan jumlah pekerja perempuan adalah 38%. Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan rendahnya partisipasi pekerja perempuan dalam industri ini, diantaranya adalah adanya halangan secara fisik yang dimiliki, tanggung jawab rumah tangga, dan terbatasnya pekerjaan yang sesuai dengan karakteristik mereka. Eatzy Indonesia open-sharing economy food provider yang berkomitmen untuk memberdayakan perempuan dengan memberikan mereka kesempatan untuk mendapatkan penghasilan tambahan tanpa meninggalkan kewajiban mereka sebagai ibu rumah tangga dengan menghubungkan mereka dengan pelanggan yang membutuhkan produk mereka. Eatzy Indonesia, awalnya berfungsi sebagai perantara yang menghubungkan ibu rumah tangga dengan produk kepada pelanggan yang membutuhkan. Seiring berjalannya proses bisnis, Eatzy Indonesia menyadari bahwa model bisnis yang dimiliki saat ini memiliki profitabilitas yang kecil dan dapat mengancam keberlangsungan bisnis Eatzy Indonesia jika tidak segera diatasi. Untuk mengatasi masalah ini dan memastikan kelangsungan bisnis, Eatzy Indonesia memperkenalkan segmen bisnis baru yaitu "Eatzy Fried Chicken" yang menjual produk secara langsung ke customer dan membuka waralaba. Tujuan penelitian ini adalah melakukan studi kelayakan finansial usaha pengembangan proyek waralaba “Eatzy Fried Chicken”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan data perusahaan sebagai data primer dan data perusahaan sejenis sebagai data sekunder. Kelayakan finansial akan dianalisis menggunakan metode payback period Net Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR) yang kemudian resiko akan dinilai menggunakan analisis scenario. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa proyek waralaba Eatzy Indonesia layak dilaksanakan secara keuangan dengan Payback Period selama 2.80 tahun, dengan NPV positif sebesar Rp 427,608,312 dan IRR sebesar 57.92% yang mana angka persentase tersebut lebih besar dari Weighted Average Cost of Capital (WACC) sebesar 6.64%.