Kelelahan secara umum dapat dicirikan dengan perubahan ekspresi wajah, salah
satunya kantuk. Berbagai teknologi juga sudah banyak dikembangkan untuk
mendeteksi terjadinya kantuk. Namun, kelelahan mental yang diakibatkan oleh
aktivitas berpikir terus-menerus dalam suatu pekerjaan dengan beban kerja mental
tinggi tidak selalu disertai dengan kondisi kantuk. Oleh karena itu, teknologi deteksi
kantuk yang saat ini berkembang belum tentu dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya kelelahan mental. Diperlukan teknologi deteksi kelelahan mental berbasis
ekspresi wajah, karena berbagai studi telah menjelaskan bahwa kelelahan mental
tergambar dari perubahan ekspresi wajah.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan sistem deteksi kelelahan
berbasis perubahan ekspresi wajah dengan mengevaluasi kelelahan pada aktivitas
dengan beban mental tinggi, menggunakan metode machine learning. Penelitian
difokuskan untuk mengenal tanda kelelahan mental untuk selanjutnya diterapkan
dalam teknologi untuk mendeteksinya. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan
besar. Berdasarkan identifikasi parameter ekspresi wajah dalam studi literatur, pada
tahap pertama dilakukan eksperimen untuk mengkaji apakah ekspresi wajah dapat
merepresentasikan kelelahan pada pekerjaan dengan beban kerja mental tinggi.
Untuk menstimulasi kelelahan digunakan simulasi aktivitas Air Traffic Control
(ATC) yang disederhanakan, karena tugas ATC telah digunakan di banyak studi
sebagai aktivitas yang menyebabkan beban mental tinggi dan dapat menstimulasi
kelelahan. Hasil eksperimen digunakan untuk menentukan output tahap pertama,
yaitu parameter ekspresi wajah yang mempunyai kinerja yang baik dalam
mendeteksi terjadinya kelelahan.
Eksperimen menggunakan tugas ATC selama tiga jam berhasil memperoleh
serangkaian data kelelahan dan koordinat titik-titik wajah. Nilai kelelahan
kemudian dianalisis untuk memastikan bahwa terjadi peningkatan kelelahan yang
signifikan selama eksperimen. Dengan melihat perubahan nilai enam parameter
gerakan dan fiksasi wajah terhadap skor kelelahan, tiga parameter di antaranya
mempunyai potensi yang baik untuk memanifestasikan kondisi kelelahan karena
mempunyai nilai sensitivitas, akurasi, kepresisian, dan spesifisitas yang baik (> 0.7).
Ketiga parameter tersebut - yaitu jarak gerakan (Movement Distance), frekuensi
gerakan (Movement Frequency), dan kecepatan gerakan (Movement Velocity) -
mempunyai kinerja yang baik pada sembilan sub-segmen di kepala, alis, mata, dan
mulut.
Pada tahap kedua, ketiga parameter tersebut digunakan untuk mengembangkan
sistem deteksi kelelahan dengan lima metode machine learning supervisi, yaitu
metode Gaussian Naive Bayes (GNB), K-Nearest Neighbor (KNN), Support Vector
Machine (SVM), Decision Tree (DT), dan Random Forest (RF). Pada sistem ini skor
kelelahan dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu tidak lelah dan lelah. Sistem
dapat menghitung nilai kinerja pada parameter dan sub-segmen yang diinputkan,
baik single maupun gabungan. Dengan menggunakan metode dengan kinerja
terbaik, yaitu SVM, ketiga parameter ini mempunyai nilai sensitivitas, akurasi,
kepresisian, dan spesifisitas dengan rata-rata nilai 0.83.
Sebagai validasi eksternal, sistem diujikan pada aktivitas yang sama-sama
mempunyai beban mental tinggi, namun sifatnya lebih membutuhkan atensi
terfokus dan gerakan yang lebih teratur, yaitu tes matematika. Konsisten dengan
sebelumnya, tiga parameter dan sembilan sub-segmen yang diujikan tetap
menunjukkan kinerja yang baik (rata-rata 0.87). Selain detail hasil deteksi, sistem
juga dapat menampilkan status kelelahan (waspada dan lelah) pada kondisi tertentu
dari parameter. Secara keseluruhan output akhir dari penelitian ini adalah
serangkaian metode dan prosedur untuk memantau kelelahan berdasarkan
perubahan ekspresi wajah.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa perubahan ekspresi wajah dapat digunakan
untuk mendeteksi kelelahan pada pekerjaan dengan beban mental yang tinggi.
Parameter terkait jarak, frekuensi, dan kecepatan gerakan mempunyai kinerja baik
pada sistem kelelahan berbasis machine learning supervisi. Hasil ini sesuai dengan
berbagai kajian tentang penggunaan gerakan mata untuk mendeteksi kelelahan
mental. Sama seperti gerakan mata, nilai kecepatan, jarak, dan frekuensi gerakan
sub-segmen wajah nilainya juga menurun pada kondisi lelah. Pemahaman
mengenai ekspresi wajah saat mengalami kondisi kelelahan mental serta sistem
deteksi kelelahan berbasis machine learning dapat digunakan sebagai basis
pengembangan teknologi deteksi kelelahan mental berdasarkan ekspresi wajah.
Selanjutnya, teknologi ini dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan sistem
manajemen risiko kelelahan, terutama untuk mengatur waktu kerja atau untuk
mencegah kelelahan yang berlebihan pada pekerja.