Permasalahan penyeimbangan lintasan perakitan (assembly line balancing
problem, ALBP) memiliki peran penting menghasilkan sistem produksi perakitan
yang efektif dan efisien. Isu utama dalam ALBP adalah penugasan sejumlah
pekerjaan perakitan ke dalam sejumlah stasiun kerja secara berurutan tanpa
melanggar pembatas precedence dan pembatas lainnya untuk mencapai suatu
fungsi tujuan tertentu. Saat waktu siklus sebagai representasi laju produksi menjadi
pembatas, ALBP bertujuan meminimumkan jumlah stasiun kerja yang berarti
meminimumkan biaya. Saat jumlah stasiun kerja menjadi pembatas, ALBP
bertujuan meminimumkan waktu siklus lintasan, yang berarti memaksimumkan
laju produksi.
Sebagian besar pekerjaan perakitan dilakukan oleh operator manusia akibat
kompleksitas operasi yang membutuhkan keterampilan tangan dan fleksibilitas
manusia. Namun demikian, manusia juga memiliki keterbatasan dalam hal akurasi,
konsistensi, dan kekuatan. Kolaborasi manusia-robot (human-robot collaboration,
HRC) merupakan salah satu pendekatan untuk mengatasi keterbatasan tersebut
dengan memanfaatkan kelebihan manusia dan kelebihan robot kolaboratif secara
bersamaan. Penggunaan HRC dalam sistem produksi perakitan menjanjikan
performansi sistem yang tinggi ditinjau dari sisi produktivitas, kualitas, kesehatan
dan keselamatan kerja, dan fleksibilitas. Penggunaan HRC dalam lintasan perakitan
melahirkan jenis permasalahan baru yaitu assembly line balancing problem with
human-robot collaboration (ALBP-HRC). Solusi atas ALBP-HRC sangat
dibutuhkan oleh beberapa industri yang mulai menggunakan HRC dalam lintasan
perakitannya, misalnya industri elektronik dan industri otomotif.
ALBP-HRC adalah ALBP dengan penambahan keputusan untuk menentukan
apakah suatu pekerjaan dikerjakan oleh manusia saja, oleh robot saja, atau oleh
manusia dan robot secara bersamaan (HRC). Penambahan keputusan ini membuat
ALBP-HRC menjadi lebih kompleks. Penggunaan robot maupun HRC juga dapat
memunculkan alternatif proses atau routing untuk mencapai suatu tujuan sub-
rakitan yang sama. Dalam terminologi ALBP, kumpulan pekerjaan alternatif
semacam ini disebut sebagai alternatif subgraf. Adanya alternatif subgraf membuat
ALBP-HRC menjadi semakin kompleks.
Penelitian disertasi ini bertujuan mengembangkan model matematis untuk ALBP
dengan HRC dan alternatif subgraf (ALBP-HRC-AS). Dengan demikian, ALBP-
HRC-AS adalah masalah penugasan sejumlah operasi ke dalam sejumlah stasiun-
stasiun kerja, dan sekaligus menentukan apakah operasi tersebut dikerjakan oleh
manusia saja, oleh robot saja, atau oleh manusia dan robot secara bersamaan dan
melibatkan adanya alternatif subgraf pada precedence diagram. Kebaruan
penelitian ini dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu (1) stasiun kerja memperhitungkan
jenis-jenis alat robot (end effectors) untuk digunakan pada setiap proses yang
menggunakan robot atau HRC, dan (2) adanya alternatif subgraf. Penelitian ini juga
mempertimbangkan dua kondisi berbeda dalam perancangan lintasan perakitan,
yaitu, pertama, kondisi yang memungkinkan penambahan sumber daya, sehingga
fungsi tujuannya adalah minimisasi biaya total, dan, kedua, kondisi yang tidak
memungkinkan penambahan sumber daya, sehingga fungsi tujuannya adalah
minimisasi waktu siklus.
Penelitian disertasi ini dilakukan dalam empat tahap pengembangan model. Tahap
A1 menghasilkan model dasar untuk ALBP-HRC yang meminimumkan biaya total
dari manusia, robot, dan alat robot. Tahap A2 mengadaptasi model yang dihasilkan
di Tahap A1 menjadi model yang meminimumkan waktu siklus. Tahap B1
mengembangkan lebih lanjut model dari Tahap A1 untuk menghasilkan model
ALBP-HRC-AS yang meminimumkan biaya total. Tahap B2 mengadaptasi model
yang dihasilkan di Tahap B1 menjadi model ALBP-HRC-AS yang meminimumkan
waktu siklus.
Pengembangan model matematis dilakukan dengan pendekatan mixed-integer
linear programming (MILP). Solusi optimal model MILP dapat dicari dengan
metode eksak, namun membutuhkan waktu komputasi yang sangat lama, sehingga
untuk permasalahan berukuran besar menjadi tidak praktis untuk digunakan. Model
matematis yang dikembangkan mampu menghasilkan solusi optimal atas ALBP-
HRC-AS, khususnya bagi permasalahan berukuran kecil. Sedangkan untuk
permasalahan berukuran menengah dan besar dikembangkan algoritma
metaheuristik berbasis ant colony optimization (ACO). Efektivitas algoritma ACO
yang dikembangkan ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk menghasilkan
solusi dengan rata-rata gap terhadap solusi metode eksak kurang dari 10%. Sebagai
gambaran efisiensi, waktu komputasi yang dibutuhkan oleh algoritma ACO, bagi
permasalahan berukuran besar, adalah kurang dari 10 menit, dibandingkan dengan
metode eksak, yang membutuhkan waktu berjam-jam.