digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Permasalahan penyeimbangan lintasan perakitan (assembly line balancing problem, ALBP) memiliki peran penting menghasilkan sistem produksi perakitan yang efektif dan efisien. Isu utama dalam ALBP adalah penugasan sejumlah pekerjaan perakitan ke dalam sejumlah stasiun kerja secara berurutan tanpa melanggar pembatas precedence dan pembatas lainnya untuk mencapai suatu fungsi tujuan tertentu. Saat waktu siklus sebagai representasi laju produksi menjadi pembatas, ALBP bertujuan meminimumkan jumlah stasiun kerja yang berarti meminimumkan biaya. Saat jumlah stasiun kerja menjadi pembatas, ALBP bertujuan meminimumkan waktu siklus lintasan, yang berarti memaksimumkan laju produksi. Sebagian besar pekerjaan perakitan dilakukan oleh operator manusia akibat kompleksitas operasi yang membutuhkan keterampilan tangan dan fleksibilitas manusia. Namun demikian, manusia juga memiliki keterbatasan dalam hal akurasi, konsistensi, dan kekuatan. Kolaborasi manusia-robot (human-robot collaboration, HRC) merupakan salah satu pendekatan untuk mengatasi keterbatasan tersebut dengan memanfaatkan kelebihan manusia dan kelebihan robot kolaboratif secara bersamaan. Penggunaan HRC dalam sistem produksi perakitan menjanjikan performansi sistem yang tinggi ditinjau dari sisi produktivitas, kualitas, kesehatan dan keselamatan kerja, dan fleksibilitas. Penggunaan HRC dalam lintasan perakitan melahirkan jenis permasalahan baru yaitu assembly line balancing problem with human-robot collaboration (ALBP-HRC). Solusi atas ALBP-HRC sangat dibutuhkan oleh beberapa industri yang mulai menggunakan HRC dalam lintasan perakitannya, misalnya industri elektronik dan industri otomotif. ALBP-HRC adalah ALBP dengan penambahan keputusan untuk menentukan apakah suatu pekerjaan dikerjakan oleh manusia saja, oleh robot saja, atau oleh manusia dan robot secara bersamaan (HRC). Penambahan keputusan ini membuat ALBP-HRC menjadi lebih kompleks. Penggunaan robot maupun HRC juga dapat memunculkan alternatif proses atau routing untuk mencapai suatu tujuan sub- rakitan yang sama. Dalam terminologi ALBP, kumpulan pekerjaan alternatif semacam ini disebut sebagai alternatif subgraf. Adanya alternatif subgraf membuat ALBP-HRC menjadi semakin kompleks. Penelitian disertasi ini bertujuan mengembangkan model matematis untuk ALBP dengan HRC dan alternatif subgraf (ALBP-HRC-AS). Dengan demikian, ALBP- HRC-AS adalah masalah penugasan sejumlah operasi ke dalam sejumlah stasiun- stasiun kerja, dan sekaligus menentukan apakah operasi tersebut dikerjakan oleh manusia saja, oleh robot saja, atau oleh manusia dan robot secara bersamaan dan melibatkan adanya alternatif subgraf pada precedence diagram. Kebaruan penelitian ini dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu (1) stasiun kerja memperhitungkan jenis-jenis alat robot (end effectors) untuk digunakan pada setiap proses yang menggunakan robot atau HRC, dan (2) adanya alternatif subgraf. Penelitian ini juga mempertimbangkan dua kondisi berbeda dalam perancangan lintasan perakitan, yaitu, pertama, kondisi yang memungkinkan penambahan sumber daya, sehingga fungsi tujuannya adalah minimisasi biaya total, dan, kedua, kondisi yang tidak memungkinkan penambahan sumber daya, sehingga fungsi tujuannya adalah minimisasi waktu siklus. Penelitian disertasi ini dilakukan dalam empat tahap pengembangan model. Tahap A1 menghasilkan model dasar untuk ALBP-HRC yang meminimumkan biaya total dari manusia, robot, dan alat robot. Tahap A2 mengadaptasi model yang dihasilkan di Tahap A1 menjadi model yang meminimumkan waktu siklus. Tahap B1 mengembangkan lebih lanjut model dari Tahap A1 untuk menghasilkan model ALBP-HRC-AS yang meminimumkan biaya total. Tahap B2 mengadaptasi model yang dihasilkan di Tahap B1 menjadi model ALBP-HRC-AS yang meminimumkan waktu siklus. Pengembangan model matematis dilakukan dengan pendekatan mixed-integer linear programming (MILP). Solusi optimal model MILP dapat dicari dengan metode eksak, namun membutuhkan waktu komputasi yang sangat lama, sehingga untuk permasalahan berukuran besar menjadi tidak praktis untuk digunakan. Model matematis yang dikembangkan mampu menghasilkan solusi optimal atas ALBP- HRC-AS, khususnya bagi permasalahan berukuran kecil. Sedangkan untuk permasalahan berukuran menengah dan besar dikembangkan algoritma metaheuristik berbasis ant colony optimization (ACO). Efektivitas algoritma ACO yang dikembangkan ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk menghasilkan solusi dengan rata-rata gap terhadap solusi metode eksak kurang dari 10%. Sebagai gambaran efisiensi, waktu komputasi yang dibutuhkan oleh algoritma ACO, bagi permasalahan berukuran besar, adalah kurang dari 10 menit, dibandingkan dengan metode eksak, yang membutuhkan waktu berjam-jam.