digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Beta Bhekti Pratiwi
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan

COVER Beta Bhekti Pratiwi
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB1 Beta Bhekti Pratiwi
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB2 Beta Bhekti Pratiwi
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB3 Beta Bhekti Pratiwi
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB4 Beta Bhekti Pratiwi
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB5 Beta Bhekti Pratiwi
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB6 Beta Bhekti Pratiwi
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Beta Bhekti Pratiwi
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan

Sebagai perusahaan manufaktur berbasis job shop dengan sistem produksi make-to-order, PT. X dipengaruhi oleh berbagai ketidakpastian dalam proses perencanaan produksinya. Salah satu strategi untuk menghadapi ketidakpastian tersebut, suatu perusahaan manufaktur perlu menentukan kebijakan make-or-buy agar dapat bersaing dalam hal quality, cost, delivery, dan flexibility. Kebijakan make-or-buy yang saat ini diterapkan oleh PT. X adalah melakukan outsourcing melalui subcontracting dengan pihak ketiga dan insourcing melalui produksi internal (in house production). Jasa welding merupakan satu-satunya proses produksi yang dilakukan secara in house dan subcontracting karena keterbatasan kapasitas PT. X. Fluktuasi tingkat permintaan pelanggan jasa welding yang terdiri dari PT. Alpha dan pelanggan lainnya, fluktuasi kapasitas jasa welding subcontracting, serta keterbatasan kapasitas jasa welding in house merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan oleh PT. X dalam menentukan kebijakan strategis make-or-buy yang terdiri dari dua pilihan, yaitu penambahan sebuah workstation atau pengembangan jasa subkontraktor. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan metode penentuan kebijakan strategis make-or- buy jasa welding dengan mempertimbangkan tingkat biayanya melalui pendekatan total cost of ownership. Tingkat biaya jasa welding in house serta subcontracting pada Subkontraktor A, B, dan C berturut-turut sebesar Rp116.388, Rp315.630, Rp187.855, dan Rp182.103 per jam. Biaya jasa welding tersusun atas capital expenditure yang terdiri dari biaya (1) permesinan, (2) material handling equipment, dan (3) peralatan penunjang serta operational expenditure yang terdiri dari biaya (1) tenaga kerja, (2) kebutuhan khusus proses welding, (3) kebutuhan produksi, (4) pengelolaan kualitas, (5) pengemasan, dan (6) jasa subkontraktor. Tingkat biaya jasa welding selanjutnya digunakan dalam pengembangan model simulasi berbasis analisis skenario untuk mengeksplorasi pengaruh ketiga faktor penentuan kebijakan terhadap (1) tingkat permintaan yang tidak terpenuhi, (2) tingkat utilitas produksi in house, (3) laba kotor potensial, dan (4) laba kotor. Kebijakan terbaik dipilih dengan sistem point-rating dalam setiap tingkat permintaan pelanggan. Penambahan workstation dan pengembangan subkontraktor hingga dapat memberikan 24 jam per minggu kepada PT. X direkomendasikan ketika tingkat permintaan PT. Alpha optimis dan tingkat permintaan pelanggan lain most likely atau optimis. Pengembangan subkontraktor hingga dapat memberikan 24 jam per minggu direkomendasikan ketika tingkat permintaan pelanggan lain optimis dan tingkat permintaan PT. Alpha most likely. Di sisi lain, pengembangan subkontraktor hingga dapat memberikan 12 jam per minggu direkomendasikan ketika tingkat permintaan pelanggan lain dan tingkat permintaan PT. Alpha dalam skenario lainnya. Dengan mengutamakan tingkat permintaan yang tidak terpenuhi, penambahan sebuah workstation direkomendasikan ketika rata-rata permintaan pelanggan lain melebihi 79, 146, dan 201 jam per minggu dalam skenario pesimis, most likely, dan optimis. Apabila tingkat permintaan pelanggan lain pesimis, penambahan sebuah workstation direkomendasikan ketika rata-rata permintaan PT. Alpha melebihi 277 jam per minggu dalam skenario pesimis, melebihi 275 jam per minggu dalam skenario most likely, dan melebihi 187 jam per minggu dalam skenario optimis. Apabila tingkat permintaan pelanggan lain most likely, penambahan sebuah workstation direkomendasikan ketika rata-rata permintaan PT. Alpha melebihi 237 jam per minggu dalam skenario pesimis dan melebihi 190 jam per minggu dalam skenario most likely. Di sisi lain, apabila tingkat permintaan pelanggan lain optimis, penambahan sebuah workstation direkomendasikan ketika rata-rata permintaan PT. Alpha melebihi 123 jam per minggu dalam skenario pesimis dan melebihi 80 jam per minggu dalam skenario most likely.