Indonesia saat ini memiliki 635 anjungan lepas pantai yang tersebar di sekitar 750.000 km2 wilayah kerja. Dari 635 anjungan lepas pantai, sekitar 69% sudah dalam kondisi menua, berusia lebih dari 30 tahun. Pada tahun 2021, SKK Migas telah menyusun peta jalan pembongkaran yang menggambarkan rencana penonaktifan 100 anjungan lepas pantai, dengan target 10 anjungan pada tahun pertama. Namun hanya 17% dari anjungan lepas pantai yang teridentifikasi untuk dinonaktifkan memiliki dana Penutupan dan Pemulihan Lokasi. Sampai saat ini hanya ada 1 anjungan lepas pantai yang berhasil dibongkar, dan memakan waktu lebih dari 2 tahun untuk mendapatkan keselarasan dari semua pemangku kepentingan.
Tugas akhir ini mengkaji tantangan seputar perencanaan dan persetujuan Proyek Decommissioning Anjungan Lepas Pantai dengan menggunakan Proyek Angkasa Biru (nama samaran) sebagai studi kasus. Analisa dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai tantangan yang menjadi hambatan dalam mendapatkan keselarasan pemangku kepentingan dan apa akar penyebab dari tantangan tersebut, menggunakan metode pohon realitas masa kini dan pohon realitas masa depan. Tujuannya adalah untuk memberikan pelajaran dan rekomendasi untuk proyek pembongkaran anjungan lepas pantai di masa depan.
Dapat disimpulkan bahwa tantangan yang dihadapi adalah tidak adanya Dana ASR, PSC kurang antusisas untuk menginisiasi POA, proses penghapusan asset dan proses persetujuan izin yang tidak efisien. Akar penyebabnya adalah penegakan peraturan yang ada, nilai sisa fasilitas jauh lebih rendah daripada biaya pembongkaran, dan kordinasi yang kurang selaras pada tingkat tinggi antara pemangku kepentingan eksternal.
Studi ini menghasilkan beberapa rencana aksi bagi pemangku kepentingan untuk mengurangi durasi penyelarasan pemangku kepentingan dan persetujuan rencana dan perizinan terkait kegiatan pembongkaran anjungan lepas pantai.