digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

Cover.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

BAB I Pendahuluan.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

Bab II Tinjauan Pustaka.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi


Bab IV Gambar.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi


Bab V Implikasi Penelitian.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

Bab VI Kesimpulan.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

Daftar Pustaka.pdf
PUBLIC Dedi Rosadi

Cekungan Sunda telah terbukti sebagai daerah yang prolifik bagi eksploitasi minyak dan gas. Setelah hampir empat puluh tahun memfokuskan pada pengembangan dan produksi minyak, kini perhatian beralih pada pengembangan lapangan gas di cekungan ini. Berbagai risiko dalam pengembangan lapangan minyak dan gas sangat penting untuk diperhitungkan karena faktor risiko tersebut dapat mempengaruhi nilai keekonomian dari suatu proyek dan pada akhirnya akan mempengaruhi keputusan untuk mengembangkan lapangan tersebut atau tidak. Pada lapangan gas, salah satu faktor risiko adalah kehadiran gas-gas pengotor seperti gas H2S dan CO2. Data menunjukkan kandungan H2S yang sangat kecil pada akumulasi-akumulasi gas di Cekungan Sunda, namun kandungan CO2 sangat bervariasi antara 1% dan 48%. Pemahaman mengenai karakteristik dan sumbersumber CO2 dan bagaimana pola penyebaran serta faktor-faktor apa saja yang mengontrol kandungan CO2 di area ini mutlak diperlukan untuk mengantisipasi risiko gas CO2 pada kegiatan eksplorasi lebih lanjut. Karakterisasi gas dilakukan berdasarkan data stabil isotop 13C dari gas CO2, CH4 dan C2H6 untuk mengetahui apakah gas CO2 berasal dari material organik atau anorganik dan terbentuk secara biogenik atau termogenik. Penelitian menunjukkan bahwa gas bersifat organik dan terbentuk secara termogenik. Korelasi antara konsentrasi dari CO2 dan berbagai faktor seperti kedalaman reservoir, ketebalan batuan induk, tekanan dan temperatur dilakukan untuk mencari faktor pengontrol dari distribusi gas CO2 di cekungan ini. Telah diketahui secara umum bahwa Formasi Banuwati menjadi batuan induk minyak dan gas di cekungan Sunda, termasuk di dalamnya gas CO2. Sementara data distribusi CO2 mengindikasikan adanya pengayaan gas CO2 di level Gita. Lapisan batubara Gita ditengarai sebagai penyebab tingginya kandungan CO2 di level Gita. Pengujian hidrouspirolisis pada sampel batubara Gita mengindikasikan kemampuan batubara Gita memproduksi gas CO2. Variasi kandungan CO2 yang semakin rendah ke arah dangkal pada struktur Gita/Talangakar menunjukkan bahwa konsentrasi CO2 pada level Gita dikontrol oleh struktur. Selain itu ditemukan fakta bahwa ketebalan batubara juga mengontrol konsentrasi dari CO2.