digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Tina Stephanie
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

Semenjak kemunculan pandemi COVID-19, tren pariwisata berubah. Ekowisata menjadi sangat menarik bagi para wisatawan karena memperkecil kemungkinan penularan virus. Hal ini terus menjadi tren dan menyebabkan perubahan kebutuhan dan keinginan wisatawan dalam berwisata hingga setelah penyebaran COVID-19 selesai pun, pariwisata yang berkaitan dengan nilai budaya dan lingkungan alam menjadi daya tarik yang dicari oleh wisatawan. Selain itu, ekowisata atau wisata alam dapat memberikan pengalaman yang berbeda pada penduduk lokal di sebuah kota. Sebuah pengalaman yang tidak biasa mereka dapat di lingkungan rumahnya atau pun pekerjaannya. Seperti yang kita tahu, perkotaan besar di Indonesia seperti Kota Tangerang Selatan, memiliki suasana pergerakan yang sibuk dan cepat, mobilisasi manusia yang tinggi, serta polusi udara yang besar. Para penduduk lokal biasanya hanya ingin berlibur dan berwisata karena ingin melepaskan lelah dari hiruk pikuk suasana kota dan mencari nuansa baru namun masih dalam jarak yang dekat dengan rumah mereka. Kota Tangerang Selatan memiliki potensi alam yang paling menonjol, yaitu danau buatan atau situ, yaitu Situ Pamulang. Namun kawasan ini jauh dari pengembangan, sangat minim dalam hal kebersihan dan sepi dari pengunjung, sehingga menjadi ruang di tengah kota yang terbengkalai dan tidak aktif. Perancangan kawasan ini dilakukan untuk menyelesaikan persoalan design atau pun persoalan non-design yang ada, dengan metode perancangan fragmental. Perancangan kawasan Situ Pamulang fokus kepada fungsi ruang sebagai kawasan ekowisata sekaligus ruang terbuka publik yang mengacu pada beberapa kriteria, yaitu kebersihan, kelestarian lingkungan alam, kenyamanan, keamanan, keselamatan, aksesibilitas, dan keindahan.