2008 TS PP BAMBANG PURWANTA 1-COVER.pdf
2008 TS PP BAMBANG PURWANTA 1-BAB 1.pdf
2008 TS PP BAMBANG PURWANTA 1-BAB 2.pdf
2008 TS PP BAMBANG PURWANTA 1-BAB 3.pdf
2008 TS PP BAMBANG PURWANTA 1-BAB 4.pdf
2008 TS PP BAMBANG PURWANTA 1-BAB 5.pdf
2008 TS PP BAMBANG PURWANTA 1-PUSTAKA.pdf
Pemanfaatan objek pajak yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang cenderung dapat menimbulkan persoalan, baik sosial, lingkungan maupun ekonomi, untuk itu perlu suatu kebijakan agar dapat mendorong pemanfaatan objek pajak sesuai rencana tata ruang. Hal ini dapat dilakukan antara lain melalui mekanisme ijin mendirikan bangunan (sebelum ada pembangunan) dan melalui pajak (setelah ada pembangunan). Kebijakan pajak untuk dapat mendorong pemanfaatan objek pajak sesuai rencana tata ruang dapat dilaksanakan melalui pemberian disinsentif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hal ini sekaligus dapat meningkatkan fungsi reguleren PBB disamping fungsi budgeter. Untuk itu diperlukan suatu metode yang sistimatis dan operasional dalam penentuan disinsentif PBB berdasarkan penyimpangan pemanfaatan objek pajak terhadap rencana tata ruang.
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan metode penentuan disinsentif PBB berdasarkan penyimpangan pemanfaatan objek pajak terhadap rencana tata ruang, identifikasi tingkat penyimpangan pemanfaatan objek pajak terhadap rencana tata ruang di wilayah studi kasus, menghasilkan formula disinsentif PBB berdasarkan tingkat penyimpangan pemanfaatan objek pajak terhadap rencana tata ruang dan menghasilkan evaluasi hasil penerapan formula disinsentif PBB di wilayah studi kasus.
Beberapa permasalahan dalam penentuan disinsentif PBB berdasarkan penyimpangan pemanfaatan objek pajak terhadap rencana tata ruang adalah 1) Bagaimana pengukuran penyimpangan pemanfaatan objek pajak terhadap rencana tata ruang, yang meliputi kriteria apa yang digunakan, bagaimana mengukur kriteria yang digunakan untuk menghasilkan tingkat penyimpangan masing masing kriteria, berapa bobot masing masing kriteria untuk menghasilkan tingkat penyimpangan total? 2) Bagaimana formula disinsentif PBB berdasarkan tingkat penyimpangan pemanfaatan objek pajak sesuai rencana tata ruang? 3) Bagaimana melakukan evaluasi hasil penerapan formula disinsentif PBB?
Metode disinsentif PBB yang telah dikembangkan diterapkan pada suatu wilayah studi kasus Kel. Citarum, Kec Bandung Wetan Kota Bandung. Kriteria yang digunakan meliputi koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB) dan pemanfaatan lahan (PL). Dilakukan pengembangan metode pengukuran kriteria, ujicoba bobot dan evaluasi hasil penerapan disinsentif PBB.
Metode penentuan disinsentif PBB yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan alat bantu (tool) yang dimungkinkan untuk mendukung pemanfaatan objek pajak sesuai rencana tata ruang dan sekaligus untuk meningkatkan pokok ketetapan PBB.Berdasarkan penerapan metode ini di wilayah studi kasus hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : sebanyak 501 (55,2%) objek pajak melakukan pelanggaran terhadap kriteria yang digunakan, pelanggaran terbanyak adalah KDB kemudian KLB dan PL. Bobot formula dapat disesuaikan terhadap tujuan akhir yang diukur berdasarkan kenaikan pokok ketetapan PBB dan dukungan pemanfaatan objek pajak sesuai dengan rencana tata ruang.
Formula pada skenario NJKP 20% sampai dengan 100% dengan bobot KDB 1, KLB 1, PL 2 menghasilkan penurunan ketetapan PBB pada objek PBB yang tidak melakukan pelanggaran sebesar Rp 1.264.880.381 (-30,59%) dan kenaikan ketetapan PBB pada objek pajak yang melakukan pelanggaran sebesar Rp. 311.417.484 ( 11,25%) sehingga secara keseluruhan menghasilkan penurunan pokok ketetapan PBB sebesar Rp 953.462.897 (13,81%) serta memberi dukungan pemanfaatan objek pajak sesuai rencana tata ruang terbesar yaitu 95,32%. Formula dengan bobot KDB 1 KLB 2 PL 1 menghasilkan kenaikan pokok ketetapan pada objek pajak yang melakukan pelanggaran sebesar Rp 1.221.018.161 (44,12%) dan penurunan pada objek pajak yang tidak melanggar sebesar Rp. 327.467.941 (-7,92%) sehingga keseluruhan mengalami kenaikan ketetapan PBB sebesar Rp. 893.550.220 (12,95%) serta memberi dukungan pemanfaatan objek pajak sesuai rencana tata ruang sebesar 81,83%. Formula pada skenario NJKP 20% sampai 100% dan 40% sampai 100% dengan bobot KDB 1 KLB 2 PL 1 menghasilkan kenaikan pokok ketetapan PBB sebesar Rp 1.946.743.443 (70,34%) pada objek pajak yang melanggar dan Rp. 1.298.376.917 (31,4%) pada objek yang tidak melanggar sehingga secara keseluruhan mengalami kenaikan sebesar Rp. 3.245.120.360.(47,02%) serta menghasilkan dukungan pemanfaatan objek pajak sesuai rencana tata ruang sebesar 64,07%
Dengan demikian formula pertama cocok untuk tujuan peningkatan pokok ketetapan PBB saja, formula kedua cocok untuk tujuan peningkatan pokok ketetapan PBB dan pemberian dukungan pemanfaatan objek pajak sesuai rencana tata ruang, dengan prioritas pada dukungan pemanfaatan objek pajak sesuai rencana tata ruang, formula ketiga cocok untuk tujuan peningkatan pokok ketetapan PBB dan pemberian dukungan pemanfaatan objek pajak sesuai rencana tata ruang dengan prioritas pada peningkatan pokok ketetapan PBB.