13019017-Raihan Mudzaki Putra - Raihan Mudzaki Putra1.pdf
Terbatas  Budi Cahyadi
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Budi Cahyadi
» Gedung UPT Perpustakaan
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan pembangkit listrik yang
menggunakan bahan bakar fosil batubara sebagai sumber energi untuk menghasikan
listrik. Pembakaran batubara pada PLTU akan menghasilkan produk samping berupa
Gas Rumah Kaca (GRK) yaitu gas karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx) dan
sulfur dioksida (SOx) yang akan memberikan dampak terhadap lingkungan berupa
pemanasan global dan perubahan iklim. Untuk menurunkan emisi CO2 dan gas rumah
kaca lainnya dari sektor pembangkit listrik dan juga komitmen untuk mewujudkan
pencapaian bauran energi nasional sebesar 23% pada tahun 2025, pemerintah melalui
PT. PLN membuat program biomass cofiring pada pembangkit batubara. Cofiring
merupakan metode mencampurkan batubara dan biomassa dengan persentase tertentu
yang kemudian dibakar di dalam boiler. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
karakteristik emisi dan kinerja pembakaran dari metode direct cofiring dengan umpan
berupa campuran batubara subbituminus dan cangkang kelapa sawit (palm kernel shell)
yang dilakukan pada skala laboratorium. Karakteristik emisi yang akan dianalisis
berupa komposisi gas keluaran CO, CO2, dan NOx. Sementara itu, kinerja pembakaran
yang akan dianalisis dalam penelitian ini berupa Furnace Exit Gas Temperature
(FEGT) dan efisiensi pembakaran. Proses cofiring dilakukan langsung di dalam
furnace/tungku pembakaran berbentuk silinder. Pada penelitian ini akan dilakukan
variasi rasio massa biomassa yang digunakan dan variasi primary air ratio (PAR). PAR
merupakan perbaandingan antara laju alir udara primer dengan total udara pembakaran.
Pada variasi rasio massa biomassa PKS, batubara dan biomassa yang diumpankan
berupa campuran bahan bakar dengan variasi fraksi massa biomasssa sebesar 0%, 3%,
5%, dan 10% dimana PAR diatur konstan sebesar 0,531. Sementara itu pada variasi
PAR, perbandingan laju alir udara primer terhadap total udara pembakaran diatur
sebesar 0,524; 0,531; dan 0,545 dengan rasio massa PKS sebesar 5%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rasio massa biomassa sebesar 3%-10% dapat menurunkan
komposisi CO2 sebesar 21,7%-26,45% dibandigkan pembakaran 100% batubara. Selain
itu cofiring dengan fraksi massa biomassa sebesar 3%-5% dapat menurunkan emisi gas
NOx pada gas buang sebesar 3,03%-21,68%. Namun peningkatan rasio massa biomassa
dapat meningkatkan kadar gas CO pada gas buang. Sementara itu kenaikan fraksi
massa biomassa sebesar 3%-5% dapat menurunkan Furnace Exit Gas Temperature
(FEGT) sebesar 7,27%-19,05% dan dapat meningkatkan efisiensi pembakaran sebesar 1,13%-5,20%. Pada variasi PAR, kenaikan nilai PAR dari 0,524 menjadi 0,545 dapat
menurunkan komposisi gas CO2 sebesar 3,7%, dapat meningkatkan komposisi gas CO
sebesar 12,2% dan dapat meningkatkan komposisi gas NOx sebesar 6,9%. Peningkatan
nilai PAR pada proses cofiring terhadap kinerja pembakaran tidak menunjukkan adanya
perubahan yang terlalu signifikan. Kenaikan nilai PAR dari 0,524 menjadi 0,545 akan
meningkatkan FEGT sebesar 5,88% dan menurunkan efisiensi pembakaran sebesar
1,46%.