Seiring perkembangan zaman, perangkat elektronik semakin menjadi kebutuhan
dan meningkatkan jumlah penggunaannya yang berdampak pada timbulan limbah
elektronik yang dihasilkan. Limbah elektronik masuk dalam kategori limbah B3
karena mengandung komponen yang berbahaya dan beracun dan memerlukan
pengelolaan yang tepat sesuai dengan kategori pengelolaan limbah B3. Di sisi lain,
limbah elektronik memiliki nilai ekonomis karena komponennya dapat didaur ulang
kembali. Penelitian ini dilakukan untuk memperkirakan potensi timbulan limbah
elektronik dan pengelolaannya. Pada penelitian ini, pengambilan data primer
diambil melalui survei dua tahap. Pada survei pendahuluan didapatkan 104
responden dan terpilih handphone, laptop, televisi, setrika, kipas angin, rice cooker,
kulkas, blender, dispenser, dan mesin cuci sebagai objek penelitian. Pada survei
utama terbagi menjadi 2 kuesioner antara lain kuesioner kepemilikan dan perlakuan
barang elektronik yang diisi oleh 107 responden yang digunakan untuk
memproyeksikan timbulan limbah elektronik. Kuesioner mengenai willingness to
pay, dan willingness to patricipate, masyarakat yang diisi oleh 416 responden.
Potensi timbulan dihitung dengan delay model. Hasil perhitungan menunjukkan
potensi limbah elektronik Kota Yogyakarta mencapai 1.658,36 ton pada tahun 2023
dan 6.166,87 ton pada tahum 2050. Berdasarkan survei, sebanyak 86.54%
responden bersedia memilah limbah elektroniknya. Selanjutnya, konsep EPR yang
direkomendasikan adalah sistem take-back requirements, dimana adanya kebijakan
untuk mengembalikan produk elektronik yang tidak digunakan lagi. Konsep ini
disetujui oleh responden dengan nilai TCR 70,10%.