digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

GRACE YOANE MONALISA.pdf
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi

COVER GRACE YOANE M.pdf
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi

BAB I PENDAHULUAN.pdf
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi

BAB II TIN-PUS.pdf
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi

BAB III METODE PENELITIAN.pdf
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.pdf
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.pdf
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi

PUSTAKA Grace Yoane Monalisa
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi

Pada tahun 2019 emisi gas rumah kaca (GRK) nasional mencapai 1.845,1 milyar ton CO2e untuk 5 gas utama (CO2, CH4, N2O, C2F6, CF4), meningkat 15 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah Indonesia telah mencanangkan net zero emission tahun 2060, dan secara aktif mengembangkan potensi energi baru terbarukan (EBT), salah satunya adalah green hydrogen. Green hydrogen dikembangkan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar yang bersumber dari energi fosil. Hasil dari penelitian ini adalah diperkirakan Indonesia dapat memproduksi 608 juta BOE green hydrogen pada tahun 2030, yaitu setara dengan 123.063 MW. Angka tersebut melampaui target yang tercantum dalam dokumen RUPTL PLN 2021-2030, yaitu sebesar 44.320 MW. Untuk memproduksi 1 juta BOE green hydrogen, diperlukan daya sebesar 0,42 MW dengan jam operasional 24 jam, dan air yang dielektrolisis adalah air laut pesisir (sea water-coastal). Setiap 1 juta BOE konsumsi green hydrogen dapat menurunkan emisi GRK sebesar 0,06 sampai 0,51 milyar ton CO2e. Penurunan emisi GRK terbesar diprediksi terjadi pada tahun 2027 yaitu dari 506,69 milyar ton CO2e menjadi 485,48 milyar ton CO2e. Pada tahun tersebut konsumsi green hydrogen naik dari 415,76 juta BOE menjadi 457,33 juta BOE. Resistivitas air serta daya yang digunakan dalam proses elektrolisis menjadi faktor utama selama proses produksi green hydrogen. Jenis air yang direkomendasikan adalah air laut pesisir dengan resistivitas 0,3 ?m atau air laut lepas (sea water-open sea) dengan resistivitas 0,2 ?m. Pembangkit EBT yang memiliki potensi daya terbesar di Indonesia adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan potensi sebesar 207,75 GW. Proses produksi green hydrogen dapat dilakukan dengan memanfaatkan sebagian dari surplus daya Indonesia yang ada saat ini, yaitu sebesar 3,63 GW. Dengan hanya menggunakan surplus daya sebesar 0,1 GW dan laju penambahan daya 1,1 GW per tahun pada air laut pesisir dalam simulasi model, diperkirakan Indonesia akan mencapi net zero emissions pada tahun 2030.