Peningkatan beban lalu lintas per tahun merupakan salah satu faktor penyebab
penurunan kinerja perkerasan sehingga diperlukan evaluasi struktural perkerasan.
Pada penelitian ini, evaluasi struktural dilakukan dengan memprediksi sisa masa
layan perkerasan atau Remaining Service Life (RSL) dan menemukenali lokasi
kerusakan pada sistem lapis perkersaan.
Indonesia telah menerapkan program Indonesian Road Management System
(IRMS) V.3 sebagai alat bantu dalam pemrograman preservasi jalan dimana di
dalam IRMS V.3 terdapat pendekatan untuk memprediksi nilai RSL berdasarkan
kondisi struktural dan kondisi fungsional (jika data struktural berupa data lendutan
tidak tersedia). Metode lain yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam
memprediksi nilai RSL adalah AASHTO 1993 sehingga penelitian ini bertujuan
untuk membandingkan nilai RSL dari beberapa metode terhadap kebutuhan
pemeliharaan jalan. Dengan memprediksi nilai RSL, diharapkan Pengguna Jalan
tidak merasakan kerusakan jalan terlebih dahulu sehingga RSL dapat menjadi
fasilitas dalam pengambilan keputusan terkait preservasi jalan yang juga berkaitan
dengan biaya pemeliharaan.
Dalam evaluasi struktural perkerasan, penting untuk menemukenali lokasi
kerusakan dalam sistem lapis perkerasan. Emile Horak mengembangkan suatu
metode dengan memanfaatkan parameter lengkung lendutan dalam menentukan
kondisi struktural perkerasan lentur. Dengan metode tersebut, lokasi kerusakan di
dalam sistem lapis perkerasan dapat diketahui sehingga meningkatkan ketepatan
pemeliharaan jalan di Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prediksi sisa umur perkerasan berdasarkan
data fungsional menghasilkan sisa umur yang paling pesimis dan lebih kecil
dibandingkan prediksi menggunakan data struktural. Hal ini disebabkan oleh
parameter roughness yang lebih menggambarkan kondisi permukaan tanpa terlalu
menggali kondisi di dalam struktur perkerasan.
Prediksi sisa umur perkerasan metode IRMS V.3 berdasarkan data struktural
menghasilkan sisa umur yang paling optimis dan lebih tinggi dibandingkan metode
AASHTO 1993. Hal ini disebabkan oleh prediksi sisa umur perkerasan metode
IRMS V.3 tidak mempertimbangkan parameter tanah dasar sedangkan tanah dasar
menjadi faktor utama daya dukung dari struktur perkerasan.
Metode IRMS V.3 berdasarkan data struktural dan metode AASHTO 1993 tidak
sensitif terhadap irregularity permukaan jalan sehingga kedua metode tersebut
tidak bisa memicu perbaikan pada permukaan perkerasan. Metode AASHTO 1993
merupakan metode yang paling optimal untuk digunakan dalam decision tree
pemeliharaan perkerasan lentur. Hal ini disebabkan pengambilan keputusan diawali
dengan nilai ketidakrataan sehingga kekurangan metode AASHTO 1993 yaitu tidak
sensitif terhadap ketidakrataan permukaan teratasi dengan decision tree.
Menurut metode Emile Horak, lokasi kerusakan di dalam sistem lapis perkerasan
paling banyak terjadi pada tanah dasar. Pada segmen jalan yang ditinjau, tanah dasar
yang tidak diikutsertakan dalam perhitungan prediksi sisa umur perkerasan
menggunakan metode IRMS V.3 akan memberikan hasil yang lebih baik bila
dilakukan akomodasi karakteristik daya dukung tanah dasar dalam prediksi sisa
umur perkerasan.
Nilai RSL yang tinggi dalam suatu segmen belum tentu menunjukkan biaya
pemeliharaan yang lebih rendah. Metode pengambilan keputusan jenis
pemeliharaan perkerasan lentur IRMS V.3 tidak hanya didasarkan pada nilai RSL
saja, namun juga mempertimbangkan nilai IRI. RSL sebagai salah satu faktor dalam
pengambilan keputusan jenis pemeliharaan perkerasan lentur IRMS V.3 hanya
berlaku untuk jalan dengan nilai IRI < 12 m/km atau jalan dengan kondisi baik
hingga rusak ringan. Jalan dengan nilai IRI ? 12 m/km atau jalan dengan kondisi
rusak berat akan dilakukan pemeliharaan berupa rekonstruksi tanpa
mempertimbangkan nilai RSL.