digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Saefull Riva'i
PUBLIC Resti Andriani

BAB 1 Saefull Riva'i
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Saefull Riva'i
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Saefull Riva'i
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Saefull Riva'i
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Saefull Riva'i
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Saefull Riva'i
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

Pada tahun 2022, produksi tambang nikel dunia mengalami kenaikan sebesar 20% dibanding tahun sebelumnya. Produksi nikel melalui proses hidrometalurgi menghasilkan sisa hasil pengolahan berupa residu pelindian yang berbahaya bagi lingkungan. Di sisi lain, residu pelindian bijih nikel laterit memiliki kadar besi mencapai 38,1%. Namun, kadar sulfur yang tinggi dalam residu pelindian menjadi tantangan untuk dapat digunakan sebagai bahan baku industri besi dan baja. Industri minyak kelapa sawit di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat selama 20 tahun terakhir. Kandungan fixed carbon dalam cangkang kelapa sawit (CKS) berpotensi untuk dijadikan reduktor dalam proses pemurnian logam. Serangkaian percobaan dilakukan dengan variasi pola temperatur dan jenis briket yang digunakan, yaitu briket komposit (25% CKS) dan nonkomposit (0% CKS). Proses reduksi dilakukan di dalam muffle furnace dengan variasi temperatur isotermal awal 1000, 1100, 1200, 1300, dan 1450oC. Temperatur dinaikkan menuju temperatur isotermal akhir 1450oC selama 60 menit dan dilakukan penahanan selama 30 menit. Hasil reduksi dianalisis menggunakan perangkat lunak ImageJ untuk mengetahui diameter dan luas penampang melintang logam. Selanjutnya, hasil reduksi dikarakterisasi menggunakan scanning electron microscope–energy dispersive spectroscopy (SEM-EDS) untuk mengetahui komposisi kimia dalam logam dan terak. Berdasarkan hasil percobaan, peningkatan temperatur isotermal awal dari 1000 hingga 1450oC pada semua pola temperatur berpengaruh terhadap peningkatan diameter rata-rata dan luas penampang melintang rata-rata logam hasil reduksi briket komposit dan nonkomposit. Peningkatan temperatur isotermal awal juga berpengaruh terhadap penurunan kadar besi dan peningkatan kadar sulfur dalam logam hasil reduksi briket komposit dan nonkomposit. Sementara pada terak, semakin tinggi temperatur isotermal awal meningkatkan kadar oksigen yang menandakan semakin banyak oksida logam yang tereduksi. Pada briket komposit dengan temperatur isotermal awal 1100 hingga 1450oC terjadi penurunan persen perolehan besi dalam logam. Persen perolehan tertinggi pada briket komposit diperoleh pada temperatur isotermal awal 1100oC sebesar 98,01%. Selanjutnya, pada briket nonkomposit dengan temperatur isotermal awal 1000 hingga 1200oC terjadi penurunan persen perolehan besi dalam logam. Sementara pada temperatur isotermal awal 1200 hingga 1450oC terjadi peningkatan persen perolehan besi dalam logam. Persen perolehan tertinggi pada briket nonkomposit diperoleh pada temperatur isotermal awal 1000oC sebesar 82,39%.