Tanah timbul terjadi sebagai akibat sedimentasi di perairan Segara Anakan. Sampai saat ini Direktorat PBB dan BPHTB belum menetapkan besaran PBB, karena tanah timbul tersebut merupakan tanah negara yang belum dibebani hak, walaupun sudah terdapat pemanfaatan tanah timbul oleh masyarakat untuk kegiatan pertanian dan perikanan. Selain itu tanah timbul sulit diidentifikasi secara berkelanjutan. Hal ini merupakan peluang bagi KP.PBB dalam menggali potensi daerah dari sisi perpajakan.
Dalam mengatasi permasalahan ini, diperlukan alternatif pendataan dan penilaian untuk mengetahui besarnya potensi PBB dengan melakukan penilaian atas obyek tanah timbul dengan memanfaatkan citra Landsat Multitemporal yang dapat mengidentifikasi tanah timbul dan perubahan lab.an. Penentuan nilai tanah timbul atau daratan dilakukan dengan pendekatan perbandingan data pasar terhadap data NIR desa sekitar tahun 1998 sampai dengan 2005. Sedangkan penilaian perairan dengan cara melakukan adaptasi terhadap tata cara penilaian perikanan darat. Hasil penilaian obyek tanah timbul dan identifikasi luasan lahan daratan dan perairan dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui besamya potensi PBB.
Basil penelitian menunjukkan bahwa citra Landsat TM/ETM multitemporal dapat digunakan untuk mengamati besamya perubahan lahan di kawasan Segara Anakan, dimana telah terjadi pengurangan luas perairan 3.386 ha dan sekaligus terjadi penambahan daratan baru sebesar 3.700 ha. Sedangkan untuk daerah yang tidak terklasifikasi sebesar 314 ha. Berdasarkan luasan yang teridentifikasi dengan menggunakan citra Landsat, kemudian dihitung potensi aspek fiskal/PBB dari tanah timbul adalah sebesar Rp 305.730.699 pada tahun 1996 dan Rp 995.121.972 pada tahun 2001.
Dengan perkiraan perubahan luasan tersebut, maka dapat diambil kebijakan yang terkait dengan pendataan, penilaian dan pengenaan aspek fiskal/PBB. Pendataan untuk tanah timbul dapat dilakukan minimal setiap 5 tahun sekali dengan pemeliharaan data setahun sekali. Penilaian untuk tanah timbul dapat dilaksanakan minimal setiap 2 tahun sekali mengingat perkembangan nilai tanah yang cenderung konstan selama 2 tahun. Pengenaan PBB untuk tanah timbul dengan mempertimbangkan pendapatan masyarakat sehingga dapat diberikan peningkatan besaran NJOPTKP untuk meringankan beban masyarakat terhadap pajak.