digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kepemilikan sistem informasi pada suatu perusahaan diharapkan dapat mendukung proses bisnis secara menyeluruh, yang bukan terbatas pada fungsi bisnis tertentu saja namun dapat bermanfaat bagi sejumlah area fungsional. Kecenderungan ini menuntut pada kebutuhan untuk melakukan integrasi terhadap sistem yang berorientasi fungsi agar dapat sejalan dengan proses bisnis. Yayasan Pendidikan Ariyanti (YPA) sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan memiliki sejumlah fungsi bisnis yang ditunjang oleh sistem informasi. Namun dalam perkembangannya, mulai dari pengadaan sampai dengan pengelolaan sistem tersebut dilakukan secara independen oleh sejumlah unit organisasi tanpa memperhatikan kebutuhan bisnis secara menyeluruh sehingga muncul ‘pulau-pulau’ informasi sebagai dampak dari sistem yang bersifat stovepipe dan tidak mampu berkomunikasi satu sama lain. Integrasi enteprise memberikan jawaban terhadap permasalahan seputar sistem berbeda platform yang tidak dapat memberikan manfaat optimal bagi perusahaan. Untuk dapat memperoleh manfaat bagi bisnis secara menyeluruh, maka sebelum melakukan integrasi, dilaksanakan kegiatan analisis terhadap kondisi enterprise saat ini. Analisis bertujuan untuk memahami keadaan YPA yang sedang berjalan (as-is), dimulai dengan pemodelan bisnis, pengumpulan informasi seputar sistem dan teknologi saat ini yang menghasilkan katalog sumber daya informasi. Pemodelan bisnis dengan menggunakan rantai nilai Porter dan juga Four Stage Life Cycle Business System Planning memungkinkan pemahaman akan area-area fungsional yang dimiliki YPA sehingga arsitektur yang dihasilkan tidak mudah dipengaruhi oleh perubahan lingkungan internal maupun eksternal. Hasil analisis katalog sumber daya informasi mendasari integrasi yang dapat dikelola secara optimal tanpa tergantung pada suatu perkembangan teknologi tertentu. Berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi yang sedang berlangsung, maka dapat ditentukan kebutuhan data, aplikasi dan teknologi yang ideal di masa mendatang (to-be). Hasil analisis kondisi as-is yang diperbandingkan dengan kondisi to-be menghasilkan kesenjangan yang dapat memberikan arahan kebijakan untuk dapat melakukan integrasi. Kesenjangan dilihat dari kelompok data, aplikasi maupun teknologi. Dari hasil evaluasi kesenjangan kelompok data menunjukkan bahwa terdapat 4 entitas data dari keseluruhan 30 entitas data ideal atau 13.33 % yang belum tersedia pada aplikasi legacy. Jadi 86.67 % entitas data ideal sebenarnya telah dihasilkan dari aplikasi legacy. Terdapat 5 atau 16.67 % entitas data acuan (master) yang dihasilkan secara berulang oleh sejumlah aplikasi legacy. Sedangkan 83.33 % entitas-entitas lainnya dikelola secara mandiri oleh unit-unit organisasi sehingga memiliki beragam format dan tidak terintegrasi. Hal ini tentu saja merepotkan pengelolaan sistem karena data yang sama dibuat secara berulang-ulang (terjadi redundansi). Dari hasil evaluasi kesenjangan kelompok aplikasi menunjukkan bahwa terdapat 4 aplikasi dari total 29 aplikasi atau 13.79 % yang termasuk ke dalam pengembangan baru, yaitu aplikasi yang berhubungan dengan aplikasi promosi dan pengelolaan Bursa Kerja Khusus (BKK). Sedangkan aplikasi lain sebesar 86.21 % dipertahankan atau dimodifikasi dari aplikasi lama (legacy) dengan melakukan integrasi. Dari hasil evaluasi kesenjangan kelompok teknologi menunjukkan bahwa teknologi yang ada masih dapat digunakan dengan optimalisasi pemanfaatan jaringan internet, pengaturan beban kerja server dan pemilihan teknologi middleware. Integrasi juga dipicu oleh pengendali-pengendali dan kebutuhan-kebutuhan bisnis. Pengendali dan kebutuhan bisnis yang memicu diperlukannya integrasi di YPA adalah peningkatan perolehan manfaat kompetitif bagi bisnis, efisiensi dan layanan bagi konsumen internal dan eksternal YPA. Pembentukan arsitektur integrasi meliputi integrasi teknis, layanan, informasi dan proses bisnis. Hasil dari arsitektur ini kemudian digunakan sebagai landasan bagi pembuatan strategi implementasi integrasi.