digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Menurut data Bina Marga KemenPUPR, kebutuhan aspal pada tahun 2021 mencapai 1,2 juta ton. Jika kebutuhan aspal setiap tahunnya berkisar diangka tersebut, maka sumber daya alam berupa aspal tidak tercukupi. Oleh karena itu dibutuhkan modifikasi aspal. Upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kebutuhan aspal dan kinerja aspal, salah satunya dengan pemanfaatan Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) atau limbah dari perkerasan jalan lama dan pemanfaatan limbah alam seperti tempurung kelapa yang diolah untuk mendapatkan minyak dari hasil pirolisis. Penggunaan bioaspal tempurung kelapa (BTK) sebagai bahan peremaja pada penelitian ini ditinjau dengan menambahkan bioaspal pada aspal RAP dengan persentase 35%, 40% an 45% pada campuran AC-WC HMA. Pengujian campuran beraspal dilakukan dengan uji marshall, modulus resilien menggunakan alat UMATTA pada kondisi KAO dan uji ketahanan alur dengan menggunakan alat Wheel Tracking Machine. Hasil penelitian bioaspal terhadap RAP menunjukkan: 1) penambahan BTK sebagai bahan peremaja pada campuran yang mengandung RAP hingga 45% dapat menghasilkan KAO yang memenuhi kriteria AC-WC, hal ini menunjukkan bahwa bioaspal dapat digunakan sebagai peremaja; 2) berdasarkan pengujian modulus AC-WC RAP 35% + BTK, AC- WC RAP 40% + BTK, AC- RAP 45% + BTK masing-masing memiliki modulus resilien 2,25; 2,57 dan 2,87 kali lebih besar dari pada modulus resilien AC-WC HMA konvensional atau ACWC tanpa RAP + BTK; 3) Pengujian ketahanan alur pada lintasan ke 1260, kedalaman alur yang terjadi pada HMA AC-WC tanpa RAP + BTK, HMA AC-WC RAP 35% + BTK, HMA AC-WC RAP 40% + BTK dan HMA AC-WC RAP 45% + BTK masing-masing pada suhu 25oC dan 45oC adalah 1,25; 1,20; 1,19; 0,91; 0,58; 0,49; 0,32 dan 0,21 mm. dari hasil kinerja lanjut campuran beraspal ini membuktikan bahwa penggunaan RAP diatas 30% dapat dilakukan dan memberikan kinerja yang lebih baik juga.