Kopi merupakan salah satu komoditi ekspor yang bernilai di Indonesia. Selai permintaan kopi dari luar negeri, produksi kopi lokal juga ditujukan untuk permintaan dalam negeri. Diketahui Bersama, kopi dalam negeri semakin bertumbuh setiap tahunnya dan mencapai 5 juta karung kopi berukuran 60 kilogram pad atahun 2020. Dalam lima tahun terakhir, mengonsumsi kopi merupakan bagian dari gaya hidup khususnya anak muda.
Berdasarkan fenomena tersebut, salah satu coffee shop yakni Saparasa Coffee melihat hal ini sebagai kesempatan. Untuk mengambil kesempatan tersebut, pemilik berencana untuk membuka outlet baru atau yang kedua di Subang pada tahun 2023-2027. Oleh sebeb itu, analisis kelayakan finansial dibutuhkan untuk melihat apakah proyek ekspansi layak untuk dijalankan dalam periode investasi. Metode yang digunaka adalah menganalisis penganggaran modal dengan memenuhi beberapa kriteria seperti nilai bersih sekarang (NPV), tingkat pengembalian internal (IRR), periode pengembalian modal, periode pengembalian modal terdiskon, indeks profitabilitas (PI), tingkat pengembalian akuntansi rata-rata (AAR), dan analisis sensitivitas. Penerima waralaba juga harus memahami gambaran besar dari situasi bisnis yang dianalisis dengan menggunakan analisis PESTEL, Porter Forces, VRIO, dan SWOT.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, untuk melakukan proyek ini, investasi yang dibutuhkan Rp 437.561.246. NPV dari hasil proyeksi selama lima tahun sejak outlet dioperasikan diperkirakan sebesar Rp 676.945.947. IRR dari proyek ini sebesar 41%. Periode pengembalian modal dan periode pengembalian terdiskon untuk proyek ini masing-masing adalah 3,63 dan 3,91 tahun. PI dan AAR dari proyek ini adalah 2,52 dan 1,2. Hasil uji sensitivitas menunjukkan bahwa perubahan biaya bahan baku sangat berpengaruh terhadap NPV tetapi NPV tetap bernilai positif. Analisis situasi bisnis akan menentukan rekomendasi bagi penerima waralaba untuk membuka outlet baru. Dari analisis tersebut menunjukkan bahwa proyek ini layak untuk dijalankan.