digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sejak dikeluarkannya PP No. 40 Tahun 1999 tentang perizinan di industri penerbangan dan Keppres No. 3 Tahun 2000 tentang tipe pesawat yang dapat dioperasikan, kini banyak tumbuh maskapai baru untuk melayani rute-rute di Indonesia. Fenomena pertumbuhan maskapai Low Cost Carrier (LCC) sangat disambut positif oleh masyarakat Indonesia. maskapai LCC Mampu menjual tiket hampir separuh dari maskpai Full Service Network (FSN) pada umumnya. Kondisi ini menyebabkan penurunan secara drastis tingkat isian dan tingkat pendapatan perusahaan. Konsumen memiliki daya tawar yang kuat karena kehadiran maskapai LCC. Namun kondisi ini relatif tidak didukung daya beli mereka yang lemah oleh pengaruh kenaikan harga minyak dan komoditas dunia. XYZ tidak memiliki competitive advantages dibandingkan pesaingnya. Total Operating Cost (TOC) perusahaan relatif sangat tinggi karena kenaikan harga aftur dunia dan tingginya rasio pesawat dan pegawai yang mencapai 1:115 di tahun 2005. Dari segi keuangan, kondisi XYZ sangat memprihatinkan. Sejak krisis moneter 1997-1998 kondisi keuangan perusahaan menjadi minus. XYZ banyak melakukan pinjaman dalam mata uang dollar sedangkan pendapatan dalam rupiah. Dari segi operasional, usia pesawat XYZ rata-rata sudah melebihi usia ekonomis 20 tahun. Kondisi ini secara tidak langsung mempengaruhi On Time Performance (OTP). OTP XYZ relatif rendah yakni sekitar 60%. Dari segi marketing, perusahaan masih belum memiliki positioning yang jelas sehingga tidak fokus dalam berbisnis. Sebagai maskapai milik negara (BUMN), XYZ membutuhkan masukan dalam bentuk Rencana Pemasaran untuk dapat memasarkan produk/jasa sesuai dengan kondisi internal dan persaingan antar maskapai di Indonesia.