digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Batik merupakan bagian dari budaya masyarakat Jawa. Batik secara turun temurun diwariskan dengan tujuan agar keberadaannya tidak tergerus jaman. Begitu pun batik di Keraton Yogyakarta. Para abdi dalem di Keraton Yogyakarta masih memproduksi batik jenis tulis dengan tujuan agar batik tetap bertahan di tengah majunya zaman. Salah satu jenis batik tersebut adalah Batik Larangan. Batik Larangan merupakan warisan budaya tangible yang saat ini masih menjadi ciri khas penegasan hierarki status kepemimpinan di Keraton Yogyakarta. Batik Larangan sampai saat ini masih terjaga kesakralannya dan menjadi ciri khas Keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta merupakan salah satu sumber kebudayaan di Yogyakarta yang sampai saat ini menjadi destinasi wisata kebudayaan dengan jumlah pengunjung paling banyak. Pengunjung dengan jumlah terbanyak di dominasi oleh kalangan pelajar. Tidak hanya pelajar kota Yogyakarta sendiri, tetapi juga pelajar dari berbagai kota lainnya. Kota Yogyakarta merupakan kota budaya, tetapi pemahaman budaya pada masyarakat tidak sesuai dengan yang terjadi di Keraton Yogyakarta. Penggunaan yang tidak sesuai aturan dan wawasan pengetahuan kebudayaan yang kurang, menjadi pokok permasalahan yang diteliti. Ketidaksesuaian penggunaan batik larangan ini terekam dalam pemakaian pelajar saat berkunjung ke Keraton Yogyakarta dan dilarang memasukinya oleh abdi dalem. Karena pelajar sendiri merupakan pengunjung yang mendominasi wisata kebudayaan di Keraton sehingga penulis menghasilkan temuan penelitian berupa perancangan video serial edukasi Batik Larangan untuk pelajar. Pemilihan Batik Larangan dalam penelitian ini dikarenakan aturan penggunaan Batik Larangan yang tertuang dalam Rijksblad 1927 Butir 19 dengan judul “Larangan Panganggo” (Larangan Berbusana) yang di dalamnya memuat perintah larangan berbusana Keraton kecuali Raja dan para abdi dalem Keraton. Namun demikian saat ini, larangan tersebut tergerus dan tidak ditaati, sehingga pemakaian motif-motif Batik Larangan banyak dikenakan pelajar karena kurangnya pemahaman saat ini. Proses perancangan dimulai dari survei online, yang kemudian dilanjutkan dengan survei langsung ke Keraton Yogyakarta yang mendapatkan temuan pengunjung Keraton didominasi oleh pelajar. Setelah mendapat temuan sementara pengunjung didominasi oleh pelajar selanjutnya kunjungan ke sebuah Sekolah Menengah Pertama dan sampailah pada tahap menemukan ide besar dalam perancangan berupa video serial edukasi dengan pendekatan semi dokumenter. Harapannya video serial ini menjadi media pendamping belajar untuk pelajar Sekolah Menengah Pertama. Pelajar Sekolah Menengah Pertama adalah masa dimana rentan usia pencarian jati diri meraka sehingga mudah membantu dalam mentransfer ilmu kebudayaan kepada target audiens. Kedepannya penelitian ini dapat menjadi jembatan ilmu kebudayaan agar tidak tergerus oleh zaman. Pendekatan jenis video semi dokumenter dipilih karena karekteristik pelajar SMP yang senang dan tertarik terhadap pendekatan yang “gaul” akan tetapi juga tanpa meninggalkan kesan kesakralan dari Batik Larangan Keraton yang murni dibuat oleh para abdi dalem. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berupa video serial edukasi batik larangan semi dokumenter yang kemudian telah diujikan kepada pelajar Sekolah Menengah Pertama dan mendapat apresiasi yang baik dari para pelajar SMP. Hasil uji video edukasi tersebut juga telah diberikan test pertanyaan kepada para pelajar SMP setelah melihat video dan hasilnya cukup baik dari pendapat para pelajar.