Batik merupakan bagian dari budaya masyarakat Jawa. Batik secara turun temurun
diwariskan dengan tujuan agar keberadaannya tidak tergerus jaman. Begitu pun
batik di Keraton Yogyakarta. Para abdi dalem di Keraton Yogyakarta masih
memproduksi batik jenis tulis dengan tujuan agar batik tetap bertahan di tengah
majunya zaman. Salah satu jenis batik tersebut adalah Batik Larangan. Batik
Larangan merupakan warisan budaya tangible yang saat ini masih menjadi ciri khas
penegasan hierarki status kepemimpinan di Keraton Yogyakarta.
Batik Larangan sampai saat ini masih terjaga kesakralannya dan menjadi ciri khas
Keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta merupakan salah satu sumber
kebudayaan di Yogyakarta yang sampai saat ini menjadi destinasi wisata
kebudayaan dengan jumlah pengunjung paling banyak. Pengunjung dengan jumlah
terbanyak di dominasi oleh kalangan pelajar. Tidak hanya pelajar kota Yogyakarta
sendiri, tetapi juga pelajar dari berbagai kota lainnya.
Kota Yogyakarta merupakan kota budaya, tetapi pemahaman budaya pada
masyarakat tidak sesuai dengan yang terjadi di Keraton Yogyakarta. Penggunaan
yang tidak sesuai aturan dan wawasan pengetahuan kebudayaan yang kurang,
menjadi pokok permasalahan yang diteliti. Ketidaksesuaian penggunaan batik
larangan ini terekam dalam pemakaian pelajar saat berkunjung ke Keraton
Yogyakarta dan dilarang memasukinya oleh abdi dalem. Karena pelajar sendiri
merupakan pengunjung yang mendominasi wisata kebudayaan di Keraton sehingga
penulis menghasilkan temuan penelitian berupa perancangan video serial edukasi
Batik Larangan untuk pelajar.
Pemilihan Batik Larangan dalam penelitian ini dikarenakan aturan penggunaan
Batik Larangan yang tertuang dalam Rijksblad 1927 Butir 19 dengan judul
“Larangan Panganggo” (Larangan Berbusana) yang di dalamnya memuat perintah
larangan berbusana Keraton kecuali Raja dan para abdi dalem Keraton. Namun
demikian saat ini, larangan tersebut tergerus dan tidak ditaati, sehingga pemakaian
motif-motif Batik Larangan banyak dikenakan pelajar karena kurangnya
pemahaman saat ini.
Proses perancangan dimulai dari survei online, yang kemudian dilanjutkan dengan
survei langsung ke Keraton Yogyakarta yang mendapatkan temuan pengunjung
Keraton didominasi oleh pelajar. Setelah mendapat temuan sementara pengunjung didominasi oleh pelajar selanjutnya kunjungan ke sebuah Sekolah Menengah
Pertama dan sampailah pada tahap menemukan ide besar dalam perancangan
berupa video serial edukasi dengan pendekatan semi dokumenter. Harapannya
video serial ini menjadi media pendamping belajar untuk pelajar Sekolah
Menengah Pertama.
Pelajar Sekolah Menengah Pertama adalah masa dimana rentan usia pencarian jati
diri meraka sehingga mudah membantu dalam mentransfer ilmu kebudayaan
kepada target audiens. Kedepannya penelitian ini dapat menjadi jembatan ilmu
kebudayaan agar tidak tergerus oleh zaman.
Pendekatan jenis video semi dokumenter dipilih karena karekteristik pelajar SMP
yang senang dan tertarik terhadap pendekatan yang “gaul” akan tetapi juga tanpa
meninggalkan kesan kesakralan dari Batik Larangan Keraton yang murni dibuat
oleh para abdi dalem.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berupa video serial edukasi batik larangan
semi dokumenter yang kemudian telah diujikan kepada pelajar Sekolah Menengah
Pertama dan mendapat apresiasi yang baik dari para pelajar SMP. Hasil uji video
edukasi tersebut juga telah diberikan test pertanyaan kepada para pelajar SMP
setelah melihat video dan hasilnya cukup baik dari pendapat para pelajar.