digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

RAISA SEVINA.pdf
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi

Pada akhir 2020, TPA Talang Gulo site 1 yang telah melayani sampah Kota Jambi sejak 1997 resmi ditutup dikarenakan overload. Timbulan sampah masuk ke TPA sekitar 350 ton/hari. Sebesar 80% dari total sampah terlayani di Kota Jambi diangkut ke TPA karena rendahnya tingkat pengolahan sampah di sumber (12% dikelola oleh fasilitas pengolahan sektor formal dan informal, sisanya tidak terkelola). Saat ini, pembuangan sampah kota beralih ke lahan uruk atau landfill baru pada site 2. Namun, dikarenakan tingkat pemilahan dan pengomposan di TPA masih belum maksimal, sehingga lebih dari 95% dari sampah masuk ditimbun di landfill. Hal ini dapat menyebabkan umur TPA lebih cepat berkurang dari seharusnya. Menurut Massarutto (2012), pada daerah yang padat penduduk akan sulit untuk memperoleh lokasi lahan TPA sampah baru yang sesuai peraturan. Selain dikarenakan keterbatasan lahan, landfill juga berpotensi menyebabkan pencemaran dan mengurangi daya dukung lingkungan. Landfill yang sudah lama yang tidak memiliki teknologi lingkungan yang modern, merupakan sumber polusi lokal karena leaching dari senyawa berbahaya (Flyhammar, 1997). Sehingga, pada penelitian ini dilakukan kegiatan penambangan lahan uruk atau landfill mining untuk memanfaatkan sampah galian landfill lama sebagai material dan energi. Penambangan lahan uruk dilakukan pada kedalaman 3, 5 dan 7 meter dengan perkiraan usia sampah yakni lebih dari sembilan tahun. Komposisi sampah galian terdiri dari sampah plastik 49,94%, kertas/karton 0,13%, tekstil 2,36%, kaca 0,71%, karet 0,52%, logam 0,69%, sampah taman 17,12%, fraksi tanah 26,35% dan lainnya 1,88% dengan ukuran sampel didominasi oleh partikel yang lebih kecil dari 38,1 mm (61,7%). Sampel campur dari landfill memiliki kadar air 55,6-66,2%, kadar volatil 50,3-80,6%, kadar abu 19,4-49,7%, karbon tetap 2,6-4,2%, dan nilai kalor 5,1-7,1 MJ/kg. Fraksi tanah memiliki kadar air 55,6-61,2% dan rasio C/N sebesar 26,8-32,7. Potensi pemanfaatan sampah galian landfill dapat dilakukan dengan kegiatan daur ulang material sebesar 6.402 ton, produksi kompos/tanah penutup 120.478 ton dan produksi RDF 320.415 ton. Selanjutnya, untuk memperoleh karakteristik RDF yang memenuhi standar maka dilakukan pengeringan sampah galian dengan variasi metode pengeringan dan rasio komposisi sampah. Metode tersebut yakni Solar Greenhouse Biodrying (SGB) dan greenhouse biodrying tanpa solar, dengan rasio sampah landfill terhadap sampah segar yaitu 1:0 (kontrol), 1:1,1:2, 1:3 dan 1:4. Metode SGB dapat mereduksi kadar air sebesar 27-62,2% dengan nilai kalor yaitu 7,5-14 MJ/kg. Sedangkan metode biodrying tanpa solar mereduksi kadar air 9-29,1% dan nilai kalor akhir yakni 5,0-6,8 MJ/kg. Berdasarkan SNI 8966-2021, pile yang memenuhi standar nilai kadar air untuk RDF kelas 3 adalah pile B1, sementara pile yang memenuhi standar nilai kalor RDF kelas 3 yakni pile B1 dan B3. Berdasarkan analisa statistik diketahui bahwa metode pengeringan berpengaruh signifikan terhadap kadar air, sementara rasio pengeringan juga berpengaruh signifikan terhadap kadar air pada sistem greenhouse biodrying tanpa solar namun tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar air pada sistem SGB. Hal tersebut dapat disebabkan karena pada SGB terdapat dua faktor yang berperan dalam pengeringan yaitu panas yang disebabkan oleh sinar matahari dan panas eksotermis yang dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme. Variasi pengeringan paling optimum yakni SGB dengan rasio 1:0 (pile B1). Sementara, rasio penambahan sampah segar paling optimum berdasarkan hasil pembobotan yakni pile B3 dengan rasio 1:2