digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Menurut Kementerian Perindustrian pada tahun 2021 melalui rencana utamanya, industri farmasi merupakan penyumbang terbesar keempat bagi perekonomian nasional setelah industri manufaktur nonmigas. Indonesia diharapkan memiliki potensi pasar yang lebih besar untuk produk farmasi karena Indonesia memiliki populasi yang besar dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya. Namun, wabah pandemi Covid-19 pada tahun 2020 mempengaruhi bisnis ke semua industri di Indonesia yang sebagian besar kontraksi termasuk industri farmasi. Adanya pemberlakuan pembatasan aktivitas sosial sehari-hari karena pandemi Covid -19 yang terjadi di Indonesia, membuat customer behaviour berubah menyesuaikan dengan kebiasaan baru, yaitu bergantung kepada teknologi dalam keseharian. Salah satunya adalah aktivitas kebiasaan berbelanja yang mana dilakukan customer secara online selama pandemi untuk menghindari face to face interaction. Termasuk juga saat pembelian obat, customer menggunakan online channel. Dampak pandemi yang terjadi kepada XYZ Company sebagai pharmaceutical manufacturer obat keras meliputi beberapa hal yaitu berkurangnya penebusan resep obat karena pasien mengurangi atau menghindari pertemuan dengan dokter sehingga pasien secara mandiri membeli obat bebas dan medical representative kesulitan untuk melakukan promosi ke dokter yang ada di rumah sakit selama pembatasan aktivitas sosial saat pandemi Covid-19. Sehingga penjualan tahunan produk Brand BB menurun sebanyak 36% selama pandemi di 2020. Study ini dilakukan secara kualitatif untuk mengetahui customer preference untuk digital farmasi dan juga peran dari telemedicine dalam digital farmasi dengan kasus produk obat keras melalui customer journer maps sehingga strategi digital yang sesuai peraturan dan cocok untuk Brand BB dapat dibuat. Customer journey maps dibuat dengan mengacu pada teori Marketing 5A yang terdapat pada buku Kotler, et al di tahun 2017. Customer journey maps dibuat untuk mengetahui pengalaman dan pain points pelanggan dalam membeli obat keras di farmasi konvensional. Sehingga strategy dapat dibuat untuk memperbaiki pain points yang dirasakan oleh pelanggan atau pasien. In depth interview dengan 10 interviewee juga dilakukan untuk validasi teori yang telah dikemukakan. Hasil dari in depth interview, 57% interviewee melakukan pembelian obat secara online melalui ecommerce platform disusul dengan 29% menggunakan telemedicine platform dan 14% menggunakan website farmasi. Walaupun pembelian obat yang paling banyak melalui ecommerce, dengan adanya peraturan dari BPOM RI dan kode etik IPMG yang menyatakan bahwa Brand BB sebagai obat keras harus dijual melalui dokter dan tidak dapat dipromosikan langsung ke masyarakat umum menjadikan digital strategy yang digunakan tidak bisa melalui membuka official store di ecommerce. Digital strategy untuk Brand BB harus terintegrasi antara layanan dokter dan apotek sehingga bekerjasama dengan telemedicine adalah pilihan yang cocok bagi Brand BB untuk saat ini.