Menurut Kementerian Perindustrian pada tahun 2021 melalui rencana utamanya, industri farmasi
merupakan penyumbang terbesar keempat bagi perekonomian nasional setelah industri
manufaktur nonmigas. Indonesia diharapkan memiliki potensi pasar yang lebih besar untuk produk
farmasi karena Indonesia memiliki populasi yang besar dibandingkan dengan negara Asia
Tenggara lainnya. Namun, wabah pandemi Covid-19 pada tahun 2020 mempengaruhi bisnis ke
semua industri di Indonesia yang sebagian besar kontraksi termasuk industri farmasi. Adanya
pemberlakuan pembatasan aktivitas sosial sehari-hari karena pandemi Covid -19 yang terjadi di
Indonesia, membuat customer behaviour berubah menyesuaikan dengan kebiasaan baru, yaitu
bergantung kepada teknologi dalam keseharian. Salah satunya adalah aktivitas kebiasaan
berbelanja yang mana dilakukan customer secara online selama pandemi untuk menghindari face
to face interaction. Termasuk juga saat pembelian obat, customer menggunakan online channel.
Dampak pandemi yang terjadi kepada XYZ Company sebagai pharmaceutical manufacturer obat
keras meliputi beberapa hal yaitu berkurangnya penebusan resep obat karena pasien mengurangi
atau menghindari pertemuan dengan dokter sehingga pasien secara mandiri membeli obat bebas
dan medical representative kesulitan untuk melakukan promosi ke dokter yang ada di rumah sakit
selama pembatasan aktivitas sosial saat pandemi Covid-19. Sehingga penjualan tahunan produk
Brand BB menurun sebanyak 36% selama pandemi di 2020. Study ini dilakukan secara kualitatif
untuk mengetahui customer preference untuk digital farmasi dan juga peran dari telemedicine
dalam digital farmasi dengan kasus produk obat keras melalui customer journer maps sehingga
strategi digital yang sesuai peraturan dan cocok untuk Brand BB dapat dibuat. Customer journey
maps dibuat dengan mengacu pada teori Marketing 5A yang terdapat pada buku Kotler, et al di
tahun 2017. Customer journey maps dibuat untuk mengetahui pengalaman dan pain points
pelanggan dalam membeli obat keras di farmasi konvensional. Sehingga strategy dapat dibuat
untuk memperbaiki pain points yang dirasakan oleh pelanggan atau pasien. In depth interview
dengan 10 interviewee juga dilakukan untuk validasi teori yang telah dikemukakan. Hasil dari in
depth interview, 57% interviewee melakukan pembelian obat secara online melalui ecommerce
platform disusul dengan 29% menggunakan telemedicine platform dan 14% menggunakan website
farmasi. Walaupun pembelian obat yang paling banyak melalui ecommerce, dengan adanya
peraturan dari BPOM RI dan kode etik IPMG yang menyatakan bahwa Brand BB sebagai obat
keras harus dijual melalui dokter dan tidak dapat dipromosikan langsung ke masyarakat umum
menjadikan digital strategy yang digunakan tidak bisa melalui membuka official store di
ecommerce. Digital strategy untuk Brand BB harus terintegrasi antara layanan dokter dan apotek
sehingga bekerjasama dengan telemedicine adalah pilihan yang cocok bagi Brand BB untuk saat
ini.