SodaPDF-watermarked-Yudisium-332150009_Iswahyudi Hidayat.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Dessy Rondang Monaomi
Untuk membangun sistem komunikasi yang mendukung massive connectivity, salah
satu teknik akses jamak yang berpotensi untuk diterapkan pada teknologi 5G and
Beyond (B5G) adalah non-orthogonal multiple access (NOMA). Berbeda dengan
orthogonal multiple access (OMA), NOMA mengalokasikan resource untuk setiap
penggunanya tidak berdasarkan sifat ortogonalitas. Secara umum NOMA dapat
dibedakan berdasarkan domain daya dan domain kode, yang salah satunya adalah
sparse code multiple access (SCMA). Perkembangan SCMA dimulai dari berkembangnya
low density spreading code division multiple access (LDS–CDMA)
dengan kode penebar yang memiliki densitas bit ”1” sangat rendah dibandingkan
dengan bit ”0”. Sistem LDS–CDMA mengatur interferensi yang terjadi pada setiap
chip bit, sehingga hanya terdapat beberapa pengguna saja yang saling menginterferensi
pada chip bit yang sama. Sedangkan pada SCMA, pengaturan jumlah
pengguna yang mengakses resource ditunjukkan oleh matriks pemetaan. Multi
dimensional constellation (MDC)–SCMA mengusulkan matriks pemetaan yang
bersifat regular dengan memetakan setiap pengguna mengakses resource yang sama
dan setiap resource diakses oleh jumlah pengguna yang sama.
Disertasi ini melakukan pengembangan SCMA untuk sistem komunikasi generasi
kelima (5G) dan B5G yang memerlukan peningkatan efisiensi spektral dan layanan
yang bersifat massive wireless connectivity dengan overloading yang tinggi.
Disertasi ini mengusulkan skema baru SCMA, yaitu Doubly Irregular Sparse
Code Multiple Access (DI–SCMA) yang diharapkan akan memiliki overloading
factor lebih tinggi dibandingkan dengan regular SCMA, sehingga mampu melayani
jumlah pengguna yang lebih besar pada sistem komunikasi B5G. Pada konsep
doubly irregular ini, irregularitas degree dilakukan untuk kedua sisi sekaligus, yaitu
user node dan resource node. Doubly irregularity ini dinyatakan dengan matriks
pemetaan yang menunjukkan jumlah pengguna yang mengakses resource (kolom)
dan jumlah resource yang diakses oleh setiap pengguna (baris) yang tidak seragam.
Disertasi ini mengusulkan cara penyusunan matriks pemetaan yang memenuhi
double degree distribution, sehingga proses iterative decoding dipastikan berjalan
terus sampai seluruh user terdeteksi.
Hasil penelitian dalam disertasi ini menunjukkan bahwa matriks pemetaan yang
diusulkan mampu memberikan layanan dengan overloading factor yang tinggi
i
sampai 350% yang dicapai dengan (i) multiuser detection (MUD) Q = f2; 3; 4g,
dan (ii) peeling decoding yang iterasi proses decodingnya tidak pernah terputus
dijamin oleh degree distribution yang didesain dengan baik. Selain itu, disertasi ini
juga mengusulkan MUD Q secara praktis dengan membuat desain mother constellation
terbaik dengan pergeseran fasa sebesar , yang nilainya mampu yang
menghasilkan Euclidean distance terpanjang antar simbol sehingga error menjadi
minimal. Disertasi ini menemukan bahwa usulan DI–SCMA memiliki kinerja
terbaik dibandingkan dengan teknik seperti PDMA dan SCMA regular. Hal ini
menunjukkan bahwa kebersihan sinyal sebagai deteksi lebih utama dibandingkan
diversity maksimal sebagai awal deteksi. Selain itu DI–SCMA mampu mendukung
teknologi B5G di masa depan untuk melayani lebih banyak user meskipun dengan
resource yang terbatas.