Diabetes melitus adalah penyakit akibat gangguan sistem endokrin yang ditandai dengan adanya
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Penggunaan tanaman sebagai obat tradisional
sudah diimplementasikan sejak berabad-abad lalu dan banyak masyarakat yang tetap memilih
menggunakan obat tradisional. Salah satu yang kerap digunakan adalah tanaman katuk (Sauropus
androgynus L. Merr), terutama bagian daun yang memiliki banyak senyawa bioaktif, seperti
golongan flavonoid, fenol, dan tanin. Daun katuk dipercaya dapat digunakan untuk memperlancar
sekresi ASI, batuk, antidiabetes dan antioksidan. Penelitian terkait efek antidiabetes melitus ekstrak
etanol 70% dan fraksi daun katuk belum dilakukan sehingga penelitian ini bertujuan untuk
menentukan aktivitas antidiabetes melitus serta dosis efektif ekstrak etanol dan fraksi daun katuk
menggunakan model mencit diabetes. Mencit dibagi menjadi 12 kelompok, yaitu kontrol positif
(kontrol sakit), kontrol negatif, ekstrak (dosis 100 mg/kg; 200 mg/kg; 400 mg/kg), fraksi PAD610
(dosis 100 mg/kg; 200 mg/kg; 400 mg/kg), dan fraksi PAD900 (dosis 100 mg/kg 200 mg/kg, 400
mg/kg). Mencit diinduksi menggunakan streptozotosin 40 mg/kg selama 5 hari. Mencit yang
berhasil diinduksi kemudian diberi sediaan uji secara per oral selama 14 hari. Kadar glukosa darah
diukur pada hari ke-3, ke-7, dan ke-14 setelah pemberian sediaan uji. Ekstrak etanol daun katuk 400
mg/kg BB, fraksi PAD610 200 mg/kg BB, fraksi PAD610 400 mg/kg BB, fraksi PAD900 200 mg/kg BB,
dan fraksi PAD900 400 mg/kg BB menunjukkan penurunan kadar glukosa yang signifikan (p<0,05),
berturut-turut, sebesar 61,00%; 49,47%; 58,38%; 51,93%; dan 63,30%. Dengan demikian, ekstrak
etanol daun katuk dan fraksinya menunjukkan aktivitas antidiabetes melitus pada model hewan
yang diinduksi steptozotosin. Dosis optimum ekstrak daun katuk adalah 400 mg/kg BB sedangkan
dosis optimum fraksi PAD610 dan PAD900 adalah 200 mg/kg BB.