Laguna merupakan perairan pesisir yang sangat dinamik. Morfologi laguna pantai diperkirakan menempati 13% dari seluruh garis pantai di dunia. Salah satunya adalah Laguna Segara Anakan yang merupakan sistem laguna pantai terbesar di pesisir selatan Pulau Jawa. Laguna Segara Anakan merupakan muara bagi tiga sungai besar, yaitu Citanduy, Cibeureum, dan Cikonde. Masalah utama yang dihadapi Laguna Segara Anakan sampai saat ini adalah penyusutan luas perairan akibat proses sedimentasi. Pada bagian tengah laguna terbentuk pulau-pulau akresi. Secara tidak langsung hal ini mengancam ketahanan pangan nasional karena laguna merupakan perairan yang subur. Dari sisi ketahanan nasional, pembentukan pulau-pulau akresi di tengah laguna mengakibatkan Pulau Nusakambangan, pulau penghalang laguna yang di dalamnya terdapat Lembaga Permasyarakatan Nusa Kambangan, semakin mudah diakses dari daratan.
Pasang surut dan aliran sungai merupakan penggerak utama hidrodinamika Laguna Segara Anakan. Sekitar 80% air tawar yang masuk ke dalam perairan laguna berasal dari Sungai Citanduy. Perubahan tutupan lahan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) mempengaruhi jumlah sedimen yang dihasilkan oleh erosi lahan ke muara. Hasil analisis dengan menggunakan metode USLE diperoleh besar erosi lahan rata-rata pertahun, dari tahun 2005 sampai 2016, mencapai 3 ton/Ha atau setara dengan 385,440 m3. Besar sedimen yang masuk ke dalam perairan laguna berpotensi meningkatkan laju pertumbuhan pulau-pulau akresi seluas ± 9,0 Ha per tahun.
Studi perubahan morfologi laguna secara spasial dengan menggunakan peta dan citra satelit dari tahun 1942, 1978, 1996 dan 2017 menunjukkan perubahan morfologi laguna yang sangat dinamis. Penurunan luas permukaan air di laguna diakibatkan oleh pertumbuhan pulau-pulau akresi di tengah laguna. Pertambahan luas pulau-pulau terjadi pada musim kering, sedangkan pada musim basah, pulau-pulau cenderung tererosi. Berdasarkan pengamatan citra landsat terhadap tutupan lahan pulau-pulau akresi, jenis vegetasi dominan berupa mangrove.
1.
Hidrodinamika perairan laguna dimodelkan dengan model numerik untuk mengetahui pola pergerakan arus pasang surut, pola sebaran salinitas di perairan laguna, intrusi air laut pada sungai-sungai yang bermuara ke dalam perairan laguna, serta dampak perubahan morfologi terhadap pola kecepatan dan arah arus serta pengaruhnya terhadap pergerakan sedimen. Hidrodinamika perairan laguna dipengaruhi oleh pasang surut perairan Samudera Hindia, dengan tipe pasang surut semi diurnal cenderung campuran. Tunggang pasang surut saat purnama 2,09 m, perbani 0,75 m, dan harian 1,39 m. Dengan tinggi pasang surut ? 2,0 m, maka Laguna Segara Anakan dikatagorikan sebagai laguna microtidal yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat melimpah. Sungai Citanduy menjadi penggerak utama sirkulasi air di laguna. Debit Sungai Citanduy merupakan faktor penting dalam menjaga salinitas perairan laguna, yang dibatasi oleh nilai salinitas antara 0,5 ppt sampai 30 ppt. Laguna Segara Anakan merupakan perairan payau sepanjang waktu, dengan nilai salinitas terendah saat musim basah mencapai 3 ppt dan musim kering 29 ppt. Gradien salinitas horiontal perairan laguna dari area yang terdekat inlet Plawangan Barat sampai ke perairan laguna di bagian timur laut mendekati nilai nol. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi stratifikasi di perairan laguna. Perubahan morfologi tidak mengakibatkan perubahan pola sebaran salinitas di perairan laguna. Salinitas perairan laguna merupakan perairan payau untuk setiap morfologi. Morfologi 1942 merupakan kondisi paling ideal, dengan nilai salinitas tidak melebih 25 ppt. Saat salinitas perairan laguna tinggi, maka intrusi air laut ke sungai-sungai menjadi semakin jauh ke arah hulu. Morfologi 1942 menghasilkan panjang intrusi air laut di Sungai Citanduy mencapai 4 km, saat musim kering. Pada morfologi 1978, 1996, dan 2017, panjang intrusi mencapai 16 km ke arah hulu. Sedangkan pada Sungai Cibeureum dan Sungai Cikonde, intrusi air laut mencapai 7 km dan 4 km ke arah hulu, dengan salinitas maksimum mencapai 25 ppt dan cenderung sama untuk setiap kondisi morfologi.
Studi terdahulu menunjukkan pengaruh salinitas terhadap peningkatan kecepatan sedimentasi material tanah liat (clay) dan lempung (silt). Perairan laguna yang tenang dengan salinitas antara 0,5 ppt sampai 30 ppt, dapat meningkatkan potensi sedimentasi di laguna. Rekonstruksi hidrodinamika Laguna Segara Anakan bertujuan untuk mengevaluasi hidrodinamika laguna sebelum dan sesudah pembentukan pulau-pulau akresi di zona tengah laguna. Model A adalah kondisi sebelum pulau akresi terbentuk, sedangkan model B setelah pulau akresi terbentuk.
Model A merupakan kondisi alami laguna. Kecepatan arus cenderung rendah. Untuk jenis sedimen tersuspensi tanah kohesif dengan butiran halus, morfologi laguna menjadi tempat untuk mengendapkan material tersebut. Perairan zona laguna tengah sampai ujung timur laguna merupakan perairan yang tenang dengan variasi kecepatan antara 0,0018 m/dtk sampai 0,35m/dtk. Sedimen berasal dari sungai-sungai yang bermuara di laguna. Pada musim basah debit sungai tinggi. Arus sungai yang keluar dari sungai memiliki kecepatan lebih besar dari 0,35 m/dtk, yang merupakan kecepatan batas sedimen mulai tererosi. Sedimen terbawa ke zona laguna tengah yang kecepatan arusnya antara 0,00018 m/dtk sampai 0,35 m/dtk. Sedimen bergerak pada kolom air di zona tengah dengan arah pergerakan menuju zona timur laguna. Pada musim kering kecepatan arus di zona tengah laguna
1.
semakin rendah dan nilai salinitas semakin tinggi. Karena kecepatan arus tidak dapat lagi mengangkut sedimen dengan ukuran yang lebih besar, maka sedimen akan terdeposisi di dasar laguna. Saat musim basah, meskipun kecepatan arus lebih besar, tetapi belum mencapai kecepatan yang dapat mengerosi sedimen dasar laguna. Proses angkutan, dan deposisi sedimen terus berlangsung. Pulau-pulau akresi terbentuk di zona laguna.
Pada model B, dengan morfologi yang terdapat pulau-pulau di zona laguna tengah, hidrodinamika perairan berubah. Kecepatan arus lebih tinggi dari 0,35 m/dtk, terutama di saluran-saluran kecil antara pulau. Pulau-pulau akresi tererosi, dan sedimen terangkut ke zona timur, yang kecepatannya lebih rendah dibandingkan dengan zona tengah. Sedimen bertransportasi di zona timur. Pada musim kering, kecepatan arus berkurang, dan salinitas perairan meningkat, dan terjadi proses sedimentasi, yang berpotensi membentuk pulau-pulau akresi. Erosi dan akresi berlangsung terus menerus. Dengan demikian, meskipun pertumbuhan pulau-pulau akresi terus berlangsung, proses erosi menjaga keseimbangan morfologi laguna.