ABSTRAK Putu Dellia Maharanipathra
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 1 Putu Dellia Maharanipathra
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 2 Putu Dellia Maharanipathra
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 3 Putu Dellia Maharanipathra
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 4 Putu Dellia Maharanipathra
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 5 Putu Dellia Maharanipathra
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
PUSTAKA Putu Dellia Maharanipathra
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
LAMPIRAN Putu Dellia Maharanipathra
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Pariwisata merupakan pelayanan publik yang sudah seharusnya menjadi hak seluruh
warga negara, termasuk penyandang disabilitas, sebagaimana yang telah
diamanatkan dalam UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Sebagai
salah satu Kawasan Wisata Unggulan Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung memiliki
beragam destinasi pariwisata, salah satunya adalah Museum Konferensi Asia-Afrika.
Museum ini mencanangkan dirinya sebagai “Museum Untuk Semua” yang dapat
menjadi pemantik tumbuhnya pariwisata ramah penyandang disabilitas di Kota
Bandung. Namun untuk mewujudkan hal tersebut, amenitas akomodasi yang ada
disekitarnya dan aksesibilitasnya juga perlu ramah kepada pengunjung penyandang
disabilitas. Lalu, apakah sejauh ini Museum Konferensi Asia-Afrika, tempat
penginapan, dan tempat makan sekitarnya sudah ramah terhadap pengunjung
penyandang disabilitas? Penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan tersebut
dengan tujuan mengidentifikasi kebutuhan pengembangan pariwisata ramah
penyandang disabilitas di Museum Konferensi Asia-Afrika, tempat penginapan, dan
tempat makan di sekitar museum. Melalui metode pengambilan data observasi,
wawancara, dan tinjauan literatur yang diolah menggunakan metode analisis statistik
deskriptif, analisis gap, dan analisis konten, penelitian ini menemukan bahwa
penyediaan fasilitas penunjang yang ada di Museum Konferensi Asia-Afrika, tempat
penginapan, dan tempat makan di sekitar museum sudah mulai dikembangkan ke arah
konsep barrier-free tourism. Namun, pengembangan tersebut belum terarah dengan
jelas dan terintegrasi dengan baik.