Variasi format pameran daring di Indonesia semakin berkembang terutama karena
berlangsungnya pandemi pada tahun 2020. Galeri Nasional Indonesia (GNI) adalah
salah satu museum pemerintah yang aktif membuat pameran dalam format daring.
Tiga pameran regular GNI, yakni Manifesto Pandemi, Pameran Koleksi Nasional
Poros dan Pameran Nusantara Terra (In) Cognita menjadi sampel yang akan
dibahas dalam penelitian ini.
Penelitian ini mengkaji perubahan format pameran daring dari pameran luring,
terutama dalam praktik kurasi karya seni, dan bagaimana format ini mampu
menjadi format alternatif yang akomodatif bagi museum atau galeri di Indonesia.
Penelitian ini juga menggambarkan keuntungan, kelemahan dan tantangan pameran
daring dari sudut pengelolaan dan penyelenggaraan nya saat dan pasca pandemi.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi literatur,
wawancara, dan observasi dengan metode penelitian kualitatif.
Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa pameran daring menjadi alternatif
presentasi yang cukup akomodatif sebagai pameran pengganti pameran fisik bagi
museum. Perubahan konsep kuratorial dapat memperluas definisi seni dengan
metode melibatkan publik sebagai peserta pameran dan co-kurator dalam pameran
Manifesto Pandemi dan Poros.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa keterlibatan publik dalam pameran sebagai
peserta dan co-kurator dapat memberikan pengalaman baru dan menambah
engagement dalam pameran. Praktik kuratorial pameran daring dapat semakin kaya
apabila kurator juga menguasai pola komunikasi, interaktivitas dan fitur-fitur yang
umumnya digunakan di internet. Praktik kuratorial berintegrasi dengan praktik
komunikasi digital.