Tekanan darah merupakan salah satu informasi penting dari kondisi kesehatan
tubuh. Saat ini telah banyak perkembangan pengukuran tekanan darah terutama
dengan digital oscillometric. Namun standar pengukuran tekanan darah secara noninvasif masih menggunakan manual auskultasi. Oleh karena metode manual dapat
menimbulkan beberapa implikasi pengukuran, maka beberapa penelitian mulai
mengembangkan otomatis auskultasi. Dari beberapa penelitian tersebut, salah satu
metode yang ringan dan mudah untuk digunakan seperti dengan parameter
amplitudo masih belum menemukan hasil yang maksimal. Oleh karena itu, tujuan
dari penelitian ini adalah untuk membangun dan meningkatkan metode deteksi
suara Korotkoff I dan V dengan parameter amplitudo dan mengevaluasi alat ukur
tekanan darah dengan metode yang diusulkan berdasarkan standar yang berlaku.
Penelitian dilakukan pada 85 orang di STIKep (Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan)
PPNI (Pemersatu Perawat Nasional Indonesia) Jawa Barat dengan jumlah data 260
sampel. Tahapan metode dengan parameter amplitudo yang digunakan adalah
filterisasi sinyal suara dengan rentang frekuensi 28-171 Hz, filterisasi sinyal
tekanan dengan rentang frekuensi 15-50 Hz untuk mendapatkan osilasi tekanan,
filterisasi sinyal suara pada ambang batas amplitudo dengan nilai 1750 atau 2 ×
RMS (Root Mean Square), mencari sinyal Korotkoff dengan rentang ketukan pada
minimum-maksimum atau rerata ± standar deviasi osilasi tekanan. Estimasi dari
hasil metode dibandingkan dengan pengukuran secara manual oleh tenaga ahli
sebagai referensi. Hasil perbandingan ini dievaluasi dengan standar
AAMI/ANSI/ISO (American Association for the Advancement of Medical
Instrumentation / American National Standards Institute / International
Organization for Standardization) dan BHS (British Society of Hypertension)
sebagai standar tingkat emas yang banyak digunakan untuk pengukuran tekanan
darah secara non-invasif.
Jumlah responden dan data percobaan yang dilakukan telah memenuhi syarat
minimal yang ditetapkan oleh standar AAMI/ANSI/ISO dan BHS. Sedangkan data
umur dan BMI tidak menunjukkan adanya resiko obesitas yang mempengaruhi nilai
tekanan darah. Begitu pula dengan lingkar lengan atas masih dalam batas normal
ii
untuk penggunaan manset dewasa. Sedangkan laju deflasi berada di atas batas yang
dianjurkan yaitu di atas 3 mmHg/s. Namun laju deflasi ini biasa digunakan oleh
tenaga medis dalam mengukur di lapangan. Hasil estimasi menunjukkan bahwa
ambang batas amplitudo dengan 2 × RMS cenderung lebih baik dibandingkan
dengan ambang batas dengan 1750. Sedangkan ketukan Korotkoff pada rentang
minimum-maksimum osilasi tekanan (0,5-0,9 detik) cenderung lebih baik
dibandingkan dengan rerata ± standar deviasi osilasi tekanan (0,6-0,8 detik). Secara
umum berdasarkan standar AAMI/ANSI/ISO dan BHS, metode 3 memiliki hasil
terbaik dengan nilai kesalahan dan persentase di bawah 5, 10, dan 15 mmHg secara
berturut-turut adalah 4,5 ± 5,7 mmHg, 73,5%, 90,0%, dan 95,0% untuk sistolik dan
4,3 ± 5,5 mmHg, 76,9%, 90,4%, dan 95,4% untuk diastolik. Hasil lain menunjukkan
metode 3 pada tekanan diastolik berkorelasi antara nilai estimasi dan manual
auskultasi. Selain itu, nilai R kuadrat pada regresi linear (antara estimasi dan
referensi) pada metode 3 menunjukkan nilai 0,726 untuk sistolik dan 0,766 untuk
diastolik. Secara umum, keempat metode tidak memiliki kemiripan yang berarti.
Namun apabila dilihat lebih dalam, metode 1 dan 2 memiliki kemiripan yang
signifikan, sama seperti metode 3 dan 4 yang memiliki kemiripan. Hal ini
dikarenakan metode 3 dan 4 masih memenuhi persyaratan standar sedangkan
metode 1 dan 2 tidak memenuhi.