digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Amelia Wahyu Wardaningtyas
PUBLIC Irwan Sofiyan

COVER Amelia Wahyu Wardaningtyas
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 1 Amelia Wahyu Wardaningtyas
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 2 Amelia Wahyu Wardaningtyas
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 3 Amelia Wahyu Wardaningtyas
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 4 Amelia Wahyu Wardaningtyas
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 5 Amelia Wahyu Wardaningtyas
PUBLIC Irwan Sofiyan

PUSTAKA Amelia Wahyu Wardaningtyas
PUBLIC Irwan Sofiyan

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki zona laut salah satunya zona ekonomi eksklusif (ZEE). Namun dari regulasi dan kesepakatan yang tersedia, terdapat beberapa segmen batas ZEE Indonesia dengan negara tetangga yang masih belum selesai. Berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif, di area ZEE negara memiliki hak untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi, mengelola dan melestarikan sumber daya alam biologis dan nonbiologis dari dasar laut dan tanah dibawahnya dan air diatasnya dan kegiatan lain untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut. Sesuai dengan hak yang didapat pada ZEE dapat dilihat bahwa hak tersebut bersinggungan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) 14. Dalam mendukung SGDs 14 pemerintah juga menetapkan wilayah pengelolaan perikanan yang selanjutnya disingkat WPPNRI. Permasalahan akan muncul ketika batas-batas ZEE tidak ditetapkan, karena ZEE merupakan bagian dari WPPNRI sehingga WPPNRI yang ditetapkan menjadi tidak tegas dan berdampak pada penegakan hukum di laut (Nugraha & Imran, 2014). Sehingga akan menghambat keberlangsungan SDGs 14 yang telah disepakati. Tujuan dari penelitian ini untuk mengkaji urgensi penetapan ZEE Indonesia untuk mendukung keberlangsungan SDGs 14, yang meliputi aspek legal, teknis, dan kelembagaan. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini berupa studi literatur ilmiah yang berhubungan dengan penyusunan tesis. Hasil dari penelitian ini dibagi menjadi 3 kajian, pertama berdasarkan aspek teknis ditemukan perbedaan antara ZEE terbaru dengan WPPNRI yang berlaku. Dari aspek legal ditemukan bahwa peraturan yang berlaku saat ini tidak berjalan secara efektif untuk mengurangi pelanggaran pelanggaran yang dapat menghambat keberlangsungan SDGs 14. Terakhir dari aspek kelembagaan, terdapat tiga instansi yang berwenang dalam penegakan hukum di laut yaitu KKP, BAKAMLA, dan TNI AL. Ketiga lembaga ini perlu melakukan integrasi dan kolaborasi dalam penentuan kebijakan dalam pencegahan dan penegakan hukum untuk pelanggaran di laut.