ABSTRAK R.R. Adinda Shafa Salsabila
Terbatas Open In Flip Book Perpustakaan Prodi Arsitektur
» ITB
Terbatas Open In Flip Book Perpustakaan Prodi Arsitektur
» ITB
Lansia dan anak-anak merupakan bagian dari kelompok masyarakat. Berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2020, terdapat 32% kelompok usia anak-anak dan 10% kelompok usia lansia dari keseluruhan populasi penduduk di Indonesia. Namun, di Indonesia masih banyak ditemukan lansia dan anak-anak yang terlantar serta tidak terpenuhi kesejahteraan sosialnya. Kementerian Sosial mencatat terdapat 2,4 juta lansia terlantar di Indonesia dan 1,8 juta lansia berpotensi terlantar. Di samping itu, populasi anak terlantar di Indonesia juga mencapai nilai yang tinggi, yaitu hingga 4,1 juta jiwa (Kementerian Sosial). Di Kabupaten Bogor, terdapat 166.570 lansia terlantar dan 42.827 anak terlantar pada tahun 2020 (Badan Pusat Statistik).
Penelantaran pada lansia dapat terjadi akibat tidak memiliki keluarga, ketidakmampuan keluarga untuk merawat, dan memiliki kondisi yang tidak memungkinkan untuk dirawat di rumah. Sedangkan penelantaran pada anak-anak dapat terjadi akibat kedua orangtua meninggal dunia, ketidakmampuan orangtua untuk merawat, serta perceraian atau permasalahan dalam rumah tangga. Lansia terlantar membutuhkan pelayanan karena memiliki kondisi yang kurang baik, seperti penurunan fungsi tubuh, penurunan kondisi kesehatan, serta keterbatasan sosial dan ekonomi. Anak terlantar juga memiliki kondisi yang tidak baik, yaitu pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat, tidak dapat menempuh pendidikan, serta memiliki kepribadian yang tertutup.
Baik lansia terlantar maupun anak terlantar cenderung mengalami masalah psikologis seperti kesepian, tidak percaya diri, dan gangguan psikis lainnya yang dapat berkembang menjadi depresi. Hasil penelitian oleh Meta (2011) menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat menjadi solusi untuk mencegah kesepian dan depresi. Dukungan sosial merupakan keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk memberi bantuan, semangat, penerimaan, dan perhatian sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan hidup bagi individu yang bersangkutan.
Hubungan antar generasi merupakan salah satu bentuk dukungan sosial yang dapat terjadi pada lansia terlantar dan anak terlantar. Hubungan antar generasi sendiri didefinisikan sebagai hubungan yang terjalin antara dua atau lebih generasi berbeda. Hubungan antar generasi dapat terjadi apabila ada timbal balik antara lansia terlantar dan anak terlantar. Timbal balik dapat berupa lansia mengajarkan pengalaman kepada anak-anak dan anak-anak mengajarkan lansia terkait teknologi terkini, lansia berperan sebagai sosok orangtua bagi anak-anak dan anak-anak berperan sebagai sosok cucu dari para lansia, serta kedua pihak menjadi teman beraktivitas satu sama lain. Manfaat yang dihadirkan oleh hubungan antar generasi adalah meningkatkan kualitas hidup pada lansia terlantar dan anak terlantar dengan menghilangkan rasa kesepian, depresi, serta memberikan sense of purpose bagi kedua pihak.
Panti antar generasi dapat menjadi salah satu bentuk intervensi arsitektur dalam membangun hubungan antar generasi pada lansia terlantar dan anak-anak terlantar. Proyek panti antar generasi ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kesepian serta depresi pada lansia terlantar dan anak terlantar dengan cara menciptakan ruang-ruang interaksi untuk memantik hubungan antar generasi pada kedua belah pihak.
Lokasi perancangan proyek berada di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Hasil perancangan proyek diharapkan dapat memberikan manfaat pada target pengguna berupa peningkatan interaksi antar generasi, hadirnya timbal balik antara kedua belah pihak, hadirnya manfaat dari timbal balik yang terjadi, serta mencegah kesepian dan depresi pada lansia terlantar dan anak terlantar.
Persoalan perancangan pada proyek ini adalah penciptaan lingkungan pendorong interaksi antar generasi, implementasi desain pencegah trauma dan depresi, perancangan arsitektur bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, serta perancangan ruang yang ramah bagi lansia dan anak-anak. Keempat persoalan ini dijawab dengan konsep “Inter(gener)action: Intergenerational Restorative Social Home” yang memiliki tiga poin utama: engaging social activities, suitable for all ages, dan cozy for the poor. Ruang yang dihadirkan dalam proyek untuk menjawab isu dan persoalan perancangan dibagi dalam lima area, yaitu area interaksi, area peristirahatan, area restorasi, area produksi, dan area publik.