digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sulawesi terletak di Indonesia bagian timur yang merupakan wilayah dengan tektonik yang sangat kompleks, hal ini menyebabkan tingginya aktivitas gempabumi di Sulawesi. Seismisitas di Sulawesi diakibatkan oleh subduksi di Utara Sulawesi dan subduksi Lempeng Laut Maluku serta sesar aktif seperti Sesar PaluKoro, Sesar Matano, Sesar Lawanopo, Sesar Gorontalo, dan beberapa sesar aktif lainnya di Lengan Timur Sulawesi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi seismisitas melalui relokasi hiposenter gempabumi dan untuk mengetahui struktur kecepatan gelombang P di bawah Sulawesi melalui tomografi seismik. Data yang digunakan berupa waktu tiba gelombang P dan parameter hiposenter dari katalog gempabumi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) periode Januari 2017 sampai dengan Januari 2021. Proses relokasi hiposenter dilakukan dengan metode teleseismic double-difference (teletomoDD) yang merupakan pengembangan dari metode double-difference. Proses inversi tomografi menggunakan program FMTOMO untuk mendapatkan gambaran struktur bawah permukaan bumi yang lebih detail pada area studi yang lebih luas. Hasil relokasi hiposenter menunjukkan seismisitas di Lengan Selatan Sulawesi (Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat) sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas Sesar Palu Koro yang terlihat dari hasil relokasi hiposenter mendekati daerah sesar. Seismisitas di Sulawesi Barat sebagian besar merupakan hasil dari aktivitas Sesar Mamuju dan sesar naik di Selat Makassar. Sementara itu seismisitas di Lengan Tenggara dan Lengan Timur Sulawesi diakibatkan oleh aktivitas Sesar Matano dan adanya pengaruh dari subduksi Lempeng Laut Maluku terhadap Lengan Timur Sulawesiiii serta aktivitas dari sesar aktif seperti Sesar Sorong, Sesar Balantak, dan Sesar Batui. Seismisitas tinggi juga teramati di Lengan Utara Sulawesi tepatnya di Teluk Tomini akibat aktivitas subduksi Laut Sulawesi. Hasil relokasi hiposenter digunakan untuk uji resolusi checkerboard dimana anomali kecepatan negatif dan positif secara selang-seling yang dijadikan input dalam proses forward modelling dapat kembali dengan cukup baik sampai kedalaman 80 km. Hasil inversi tomografi menunjukkan adanya kontras anomali struktur kecepatan gelombang P terutama pada daerah dengan struktur tektonik yang kompleks. Subduksi Laut Sulawesi dan subduksi Sula tercitrakan sebagai anomali kecepatan gelombang P positif. Sementara itu daerah sesar aktif menunjukkan adanya kontras anomali kecepatan gelombang P negatif, dimana seismisitas tinggi sebagian besar berada pada zona anomali kecepatan gelombang P negatif yang kemungkinan berasosiasi dengan zona lemah di bawah sesar aktif.