Sulawesi terletak di Indonesia bagian timur yang merupakan wilayah dengan
tektonik yang sangat kompleks, hal ini menyebabkan tingginya aktivitas
gempabumi di Sulawesi. Seismisitas di Sulawesi diakibatkan oleh subduksi di Utara
Sulawesi dan subduksi Lempeng Laut Maluku serta sesar aktif seperti Sesar PaluKoro, Sesar Matano, Sesar Lawanopo, Sesar Gorontalo, dan beberapa sesar aktif
lainnya di Lengan Timur Sulawesi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kondisi seismisitas melalui relokasi hiposenter gempabumi dan untuk mengetahui
struktur kecepatan gelombang P di bawah Sulawesi melalui tomografi seismik.
Data yang digunakan berupa waktu tiba gelombang P dan parameter hiposenter dari
katalog gempabumi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
periode Januari 2017 sampai dengan Januari 2021. Proses relokasi hiposenter
dilakukan dengan metode teleseismic double-difference (teletomoDD) yang
merupakan pengembangan dari metode double-difference. Proses inversi tomografi
menggunakan program FMTOMO untuk mendapatkan gambaran struktur bawah
permukaan bumi yang lebih detail pada area studi yang lebih luas. Hasil relokasi
hiposenter menunjukkan seismisitas di Lengan Selatan Sulawesi (Sulawesi Tengah
dan Sulawesi Barat) sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas Sesar Palu Koro yang
terlihat dari hasil relokasi hiposenter mendekati daerah sesar. Seismisitas di
Sulawesi Barat sebagian besar merupakan hasil dari aktivitas Sesar Mamuju dan
sesar naik di Selat Makassar. Sementara itu seismisitas di Lengan Tenggara dan
Lengan Timur Sulawesi diakibatkan oleh aktivitas Sesar Matano dan adanya
pengaruh dari subduksi Lempeng Laut Maluku terhadap Lengan Timur Sulawesiiii
serta aktivitas dari sesar aktif seperti Sesar Sorong, Sesar Balantak, dan Sesar Batui.
Seismisitas tinggi juga teramati di Lengan Utara Sulawesi tepatnya di Teluk Tomini
akibat aktivitas subduksi Laut Sulawesi. Hasil relokasi hiposenter digunakan untuk
uji resolusi checkerboard dimana anomali kecepatan negatif dan positif secara
selang-seling yang dijadikan input dalam proses forward modelling dapat kembali
dengan cukup baik sampai kedalaman 80 km. Hasil inversi tomografi menunjukkan
adanya kontras anomali struktur kecepatan gelombang P terutama pada daerah
dengan struktur tektonik yang kompleks. Subduksi Laut Sulawesi dan subduksi
Sula tercitrakan sebagai anomali kecepatan gelombang P positif. Sementara itu
daerah sesar aktif menunjukkan adanya kontras anomali kecepatan gelombang P
negatif, dimana seismisitas tinggi sebagian besar berada pada zona anomali
kecepatan gelombang P negatif yang kemungkinan berasosiasi dengan zona lemah
di bawah sesar aktif.