COVER SAYED HANIF
Terbatas  Devi Septia Nurul
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Devi Septia Nurul
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB1 SAYED HANIF
Terbatas  Devi Septia Nurul
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Devi Septia Nurul
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB2 SAYED HANIF
Terbatas  Devi Septia Nurul
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Devi Septia Nurul
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB3 SAYED HANIF
Terbatas  Devi Septia Nurul
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Devi Septia Nurul
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB4 SAYED HANIF
Terbatas  Devi Septia Nurul
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Devi Septia Nurul
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB5 SAYED HANIF
Terbatas  Devi Septia Nurul
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Devi Septia Nurul
» Gedung UPT Perpustakaan
PUSTAKA SAYED HANIF
Terbatas  Devi Septia Nurul
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Devi Septia Nurul
» Gedung UPT Perpustakaan
Gempabumi merupakan bencana alam yang tercipta secara alami yang sering terjadi di
dunia dan sulit untuk diprediksi lokasi dan waktu kejadian gempa. Indonesia secara
geografis berada pada ring of fire zone, dimana wilayah ini sangat rentan terhadap
gempabumi yang menyebabkan kerusakan bangunan hingga kematian. Beberapa
gempa besar di Indonesia pada tahun 2004-2018 diantaranya, Gempa Aceh 26
Desember pada tahun 2004, Gempa Yogyakarta 27 Mei pada tahun 2006, Gempa
Sumatera (Doublet) 6 Maret pada tahun 2007, Gempa Lombok pertama 5 Agustus 2018
dan gempa utama kedua 19 Agustus 2018 dan yang terakhir Gempa Palu pada tahun
2018. Hal ini menyebabkan prekursor gempabumi khususnya prekursor magnetik
sangat diperlukan dalam membantu mitigasi bencana dan menjadi pertanda awal
terjadinya gempabumi. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan data indeks badai
magnetik khususnya indeks disturbance storm time (Dst) selama 33 hari sampai 50 hari
sebelum terjadinya gempa utama. Berdasarkan peristiwa tersebut, terlihat bahwa
anomali yang terjadi sangat beragam, seperti Gempa Aceh dengan anomali yang
terlihat mencapai -374 nT, Gempa Yogyakarta mencapai -98 nT, Gempa Doublet
Sumatera anomali mencapai -49 nT, Gempa Lombok anomali terlihat sebesar -46 nT
dan Gempa Palu anomali terlihat mencapai -175 nT. Tinggi rendahnya anomali bisa
untuk menentukan kerusakan gempa yang terjadi, semakin rendah anomali yang
terlihat maka kemungkinan semakin besar pula kerusakan gempa yang terjadi, semakin
tinggi energi yang dilepaskan oleh gempa maka semakin jelas pula anomali yang
terlihat.