digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pada tahun 2009, Republik Rakyat Cina mengklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan beserta kepulauan yang ada di sana yang ditandai dengan 9 garis putus-putus, dari klaim oleh Negara Cina tersebut banyak negara yang merasa dirugikan seperti, Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Dari penjabaran masalah tersebut, diperlukan penentuan batas maritim yang jelas di Laut Cina Selatan, penentuan batas maritim yang dilakukan berdasarkan United Nation Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS III) dan juga aspek teknis dari UNCLOS III, yaitu Technical Aspect United Nation Convention On The Law Of The Sea (TALOS). Dalam penentuan batas maritim antar negara di Laut Cina Selatan prinsip yang digunakan, yaitu prinsip sama jarak yang menghasilkan garis tengah, garis tengah ini yang akan digunakan sebagai batas maritim antar negara. Data yang digunakan berupa data geografis titik-titik dasar negara-negara yang berada di Laut Cina Selatan. Dari titik-titik dasar yang ada akan ditarik garis untuk menentukan garis pangkal. Dari garis pangkal yang diperoleh, maka baru ditentukan batas-batas terluar zona maritim. Metode yang digunakan dalam menentukan batas maritim antar negara adalah metode buffer dan penentuan garis tengah menggunakan metode thiessen polygon. Berdasarkan proses yang sudah dilakukan, didapatkan bahwa metode thiessen polygon dapat digunakan untuk menentukan batas maritim antar negara karena dari teori yang digunakan oleh thiessen polygon mewakili prinsip sama jarak yang termasuk salah satu prinsip untuk menentukan batas maritim antar negara yang tertera pada UNCLOS III (1973-1982). Dan dari hasil peta yang telah dibuat, klaim yang Negara Cina lakukan di Laut Cina Selatan tidak benar menurut kajian yang didapatkan dari UNCLOS III (1973- 1982) dan juga TALOS 1982.