digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Hasil studi microtremor array yang dilakukan oleh Ridwan dkk. (2016) telah menunjukkan bahwa kedalaman batuan dasar Kota Jakarta bervariasi mulai dari 350 m di bagian selatan hingga kedalaman 725 m di bagian utara. Kondisi ini sekaligus menunjukkan Kota Jakarta berada di atas lapisan sedimen tebal dengan dengan kecepatan gelombang geser (Vs) berkisar antara 250 m/sec hingga 500 m/sec. Lapisan sedimen ini merupakan bagian dari lapisan sedimen struktur cekungan besar Pulau Jawa yang dikenal sebagai Sub-Cekungan Ciputat. Pemahaman mengenai pengaruh kedalaman batuan dasar (berkorelasi dengan model topografi batuan dasar dan perilaku dinamik lapisan tanah yang berada di atasnya) terhadap karakteristik amplifikasi percepatan gempa di permukaan adalah penting terutama pada periode spektra panjang. Oleh karena itu, analisis respons seismik yang memperhitungkan pengaruh parameter dinamik tanah dan topografi batuan dasar sangat diperlukan untuk pengembangan peta bahaya gempa Kota Jakarta. Studi evaluasi bahaya gempa Kota Jakarta dibangun dengan mengimplementasikan beberapa parameter analisis respons seismik yang telah terverifikasi melalui beberapa studi sebelumnya. Studi parametrik analisis respons seismik berdasarkan kondisi tanah Jakarta dan validasi terhadap beberapa model tanah menjadi rangkaian studi yang mengawali evaluasi potensi bahaya gempa Kota Jakarta. Implementasi beberapa hasil studi ini ke dalam analisis respons seismik tanah Kota Jakarta diharapkan mampu memberikan prediksi potensi bahaya gempa secara lebih akurat. Beberapa parameter yang diverifikasi meliputi tebal/ukuran elemen tanah yang dimodelkan, kedalaman dan kecepatan geser batuan dasar, Plasticity Index (PI) tanah, spesifikasi gelombang input, metode analisis, model kurva target reduksi modulus geser dan damping ratio, serta model tanah. Model struktur tanah Jakarta untuk kepentingan simulasi numerik 2D dikembangkan berdasarkan profil kedalaman batuan dasar yang diusulkan oleh Ridwan dkk. (2016) sebagai hasil uji microtremor array pada 55 titik pengukuran. Profil lapisan tanah dimodelkan berdasarkan data 462 titik lubang bor yang tersebar di wilayah Jakarta. Model gelombang input yang disimulasikan dalam analisis respons seismik tanah Jakarta berbentuk riwayat waktu percepatan gempa sintetik hasil penelitian Asrurifak (2016) menggunakan data studi deagregasi PSHA (Probabilistic Seismic Hazard Analysis) Kota Jakarta untuk periode ulang 2500 tahun yang diskalakan pada spektra target nilai PGA berdasarkan SNI-1726-2012. Faktor pengaruh topografi batuan dasar Kota Jakarta ditentukan berdasarkan nilai rasio amplifikasi percepatan gempa hasil simulasi 2D terhadap hasil simulasi 1D. Untuk kepentingan ini, analisis respons seismik tanah Kota Jakarta dibangun dalam dua model simulasi numerik, yaitu simulasi numerik 1D dan simulasi numerik 2D. Besaran faktor ini selanjutnya diperhitungkan dalam mengembangkan peta potensi bahaya gempa Kota Jakarta akibat tiga model gelombang input dari tiga sumber gempa berbeda, yaitu megathrush, benioff, dan shallow crustal. Hasil studi parametrik analisis respons seismik berdasarkan kondisi tanah lokal Jakarta menunjukkan bahwa berbagai parameter analisis yang ditinjau memberikan pengaruh signifikan terhadap karakteristik spektra percepatan di permukaan. Hasil studi ini sekaligus merekomendasikan beberapa kriteria dalam analisis respons seismik yang perlu diimplementasikan agar diperoleh prediksi hasil yang lebih akurat. Studi validasi terhadap beberapa model tanah menghasilkan model extended-hyperbolic MKZ dan model Sigmoidal-4 sebagai model terpilih untuk diimplementasikan pada analisis respons seismik tanah Jakarta berturut-turut dalam simulasi numerik 1D dan 2D. Model simulasi numerik 1D Kota Jakarta dibangun mengikuti kerangka kerja program komputasi DEEPSOIL 7.1, sedangkan simulasi numerik 2D dibangun menggunakan program komputasi FLAC 7.0. Analisis respons seismik tanah Kota Jakarta yang mensimulasikan tiga model gelombang input menghasilkan faktor pengaruh topografi batuan dasar maksimum sebesar 1,13 yang terjadi pada periode spektra panjang. Besaran ini mengindikasikan bahwa model topografi batuan dasar tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap percepatan di permukaan tanah Kota Jakarta. Posisi Jakarta yang tidak berada di area tepi cekungan diprediksi menyebabkan perbedaan hasil respons percepatan di permukaan antara simulasi 1D dan 2D tidak cukup signifikan. Karakteristik amplifikasi percepatan yang terjadi pada periode spektra panjang diprediksi terjadi akibat kondisi tanah sedimen tebal berkecepatan geser rendah di atas lapisan batuan dasar yang berpotensi merambatkan gelombang gempa dengan skala intensitas besar. Untuk kebutuhan evaluasi potensi bahaya gempa Kota Jakarta, hasil analisis respons seismik tanah di permukaan disajikan dalam bentuk peta kontur nilai PGA, SA 0,2 detik, SA 1,0 detik, dan faktor amplifikasi untuk tiga model gelombang gempa yang disimulasikan. Secara umum, hasil evaluasi potensi bahaya gempa Kota Jakarta berdasarkan analisis respons seismik menunjukkan nilai percepatan gempa di permukaan yang lebih kecil daripada nilai yang disyaratkan dalam SNI-1726-2012.