digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Perubahan iklim telah mencapai tingkat di mana semua negara di dunia memiliki keinginan untuk menyelesaikannya karena pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Kesadaran akan kerja sama secara global mulai ditekankan sejak dimulainya Protokol Kyoto pada tahun 1997. Evaluasi atas penelitian emisi karbon menunjukkan bahwa deforestasi dan degradasi hutan juga menyebabkan pelepasan karbon ke atmosfer. Program REDD+ hadir sebagai rangka kerja yang disetujui oleh komunitas global pada COP13 di Bali pada tahun 2007, yang juga didukung oleh Indonesia, untuk mengurangi laju deforestasi dan degradasi hutan yang sebagian besar berada di negara-negara berkembang. REDD+ melibatkan peran negara maju, perusahaan multinasional, dan LSM internasional dalam penerapannya. Dalam praktiknya, implementasi program REDD+ di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari konflik sebagai akibat dari tata kelola berjenjang. Studi ini akan mengevaluasi masalah dan tantangan dalam kasus inisiatif nasional REDD+ dan proyek REDD+ Ulu Masen dengan konsep pengambilan keputusan dan negosiasi kelompok menggunakan Sistem Pendukung Negosiasi dalam kerangka Teori Drama II. Sistem Pendukung Negosiasi yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk Spreadsheet DSS yang digunakan dari sudut pandang mediator. Data yang digunakan untuk menganalisis implementasi REDD+ di Indonesia bersumber dari catatan sejarah dan arsip digital di internet, ulasan penelitian sebelumnya, dan berita untuk mendapatkan 'pengetahuan umum yang dikomunikasikan'. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dinyatakan bahwa eliminasi dilema setelah interaksi dalam kasus-kasus yang dibahas dalam penelitian ini membutuhkan faktor-faktor emosional dan kekuatan politik, terlepas dari otoritas yang dimiliki oleh para pihak. Penelitian ini juga membuktikan bahwa penggunaan Sistem Pendukung Negosiasi dapat membantu menyelesaikan dilema dalam negosiasi secara lebih teratur dengan mempertimbangkan hubungan antarkarakter dalam situasi konflik. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tonggak awal untuk pengambilan keputusan strategis di masa depan dalam negosiasi iklim atau negosiasi secara umum.