digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Stacia Edina Hasiana Sitohang
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 1 Stacia Edina Hasiana Sitohang
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 2 Stacia Edina Hasiana Sitohang
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 3 Stacia Edina Hasiana Sitohang
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 4 Stacia Edina Hasiana Sitohang
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

PUSTAKA Stacia Edina Hasiana Sitohang
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

Bioskop pertama di Indonesia didirikan pada tahun 1900. Industri perfilman Indonesia dimulai dengan menayangkan film internasional. Setelah berjalan beberapa waktu, produser film lokal mulai bermunculan dan membuat film-film lokal Indonesia. Industri ini mengalami kenaikan dan penurunan di Indonesia. Pada tahun 2008, Visinema Pictures didirikan di Jakarta, Indonesia, oleh Angga Dwimas Sasongko, salah satu sutradara film ternama di Indonesia. Setelah beberapa tahun menjalani bisnisnya di industri perfilman, Visinema Pictures menjadi salah satu rumah produksi bergengsi di Indonesia. Perusahaan ini mendapatkan banyak pencapaian dan penghargaan. Setelah mendapatkan penghargaan, Visinema Pictures memilih untuk mengembangkan perusahaannya secara horizontal, bukan hanya secara vertikal untuk mendapatkan penghargaan serupa. Visinema tidak hanya berfokus untuk mengembangkan kapasitas produksi filmnya, melainkan perusahaan tersebut membangun ekosistem yang memampukan mereka mendapatkan berbagai kesempatan dan menjadi berkelanjutan. Visinema Pictures mengarah menjadi perusahaan yang lincah (agile) dan melakukan berbagai pengembangan Intellectual Property (IP) perusahaan. Sebagai hasil, Visinema Pictures mampu mentransformasi IPnya yang dimulai dari film menjadi berbagai model bisnis. Maka dari itu perusahaan mampu menciptakan keuntungan bukan hanya dari membuat film, tetapi melalui berbagai bisnis tersebut. Visinema Pictures berhasil mengembangkan ekosistem bisnisnya dengan membuat berbagai cabang bisnis tambahan dan bertransformasi menjadi Visinema Group dengan Visinema Pictures di dalamnya. Riset ini diadakan untuk mencari permasalahan bisnis dan menawarkan strategi bisnis yang berfokus pada Visinema Pictures sebagai salah satu perusahaan terbesar dalam Visinema Group. Pada tahun 2019, Visinema Pictures berhasil mendapatkan pendanaan Series A dari Intudo Ventures dan mendapatkan berbagai skema investasi lain untuk mendukung bisnisnya. Berkat pendanaan tersebut, Visinema Pictures mampu bertahan dan justru berinovasi secara agresif pada masa pandemi Covid-19. Di awal tahun 2020, pandemi Covid-19 mempengaruhi banyak industri di Indonesia, terutama industri hiburan dan pariwisata. Namun demikian, Visinema Pictures tidak mengalami permasalahan yang signifikan terkait pandemi Covid-19, sebaliknya mereka berpikir untuk memanfaatkan peluang-peluang yang lebih besar pada masa tersebut. Perusahaan ini berhasil melalui pandemi Covid-19 dari tahun 2020 hingga 2021 tanpa mengurangi tenaga kerja maupun jam kerja. Perusahaan juga tidak melakukan pengurangan manfaat apapun yang diberikan kepada seluruh karyawannya. Visinema Pictures berkembang dengan sangat agresif pada masa pandemi. Angga percaya bahwa terjun ke dunia teknologi dan animasi akan menjadi kesempatan besar bagi Visinema Pictures. Riset ini adalah riset kualitatif yang didukung dengan data dari kuesioner. Penulis menggunakan rangkaian analisa dengan menggunakan data wawancara, kuesioner, buku, jurnal dan artikel. Berdasarkan hasil riset, selain memiliki berbagai kesempatan besar, Visinema Pictures juga menghadapi berbagai masalah. Permasalahan pertama adalah kekurangan modal. Visinema Pictures membutuhkan lebih banyak modal untuk dapat berkembang secara lebih pesat. Visinema Pictures juga memiliki permasalahan pangsa pasar yang relatif rendah dibandingkan dengan kompetitornya. Permasalahan berikutnya adalah pembajakan film dan Intellectual Property lainnya. Pembajakan ini dapat merugikan perusahaan secara besar-besaran. Penulis merekomendasikan beberapa solusi strategi bisnis untuk meningkatkan modal perusahaan dengan cara mencari investasi baru, mengambil langkah IPO (Initial Public Offering), serta memprioritaskan dana darurat perusahaan. Penulis juga merekomendasikan beberapa strategi untuk meningkatkan pangsa pasar Visinema Pictures dengan mengembangkan kapasitas produksi, menciptakan figur sutradara terkenal selain pendiri Visinema Pictures, mendominasi industri animasi, berkolaborasi dengan perusahaan perfilman lain, membuat konten kontroversial untuk disebarluaskan, serta mengeksplor genre film baru yang dapat menarik perhatian pangsa pasar masyarakat Indonesia yang lebih luas. Penulis juga menyarankan perusahaan untuk membuat kampanye anti pembajakan bersama berbagai stakeholder di dunia perfilman dan membuat kanal pelaporan pembajakan yang mudah diakses oleh pelanggan Visinema Pictures.