Lalat tentara hitam, Hermetia illucens, Black Soldier Fly/BSF merupakan salah satu organisme
yang banyak dimanfaatkan untuk mereduksi akumulasi beragam sampah organik melalui
mekanisme biokonversi. Hasil biokonversi sampah organik dipanen dalam bentuk biomassa
prepupa untuk dijadikan bahan baku bioindustri dan sumber pakan ternak yang potensial.
Informasi mengenai nilai penting secara ekonomi dan aplikasi kemampuan BSF dalam
mengonversi berbagai sampah organik menjadi biomassa tinggi protein dan lemak sudah banyak
dilaporkan. Namun, studi mengenai aspek dasar biologi seperti parameter perilaku yang
mempengaruhi sukses kawin dan reproduksi pada BSF masih sangat minim. Informasi mengenai
kondisi optimum yang mempengaruhi mekanisme sukses kawin dan reproduksi pada BSF
diperlukan untuk manajemen populasi pada instalasi pemeliharaan BSF. Tujuan utama dari
penelitian ini adalah untuk mengkaji perilaku kawin dan potensi reproduksi pada BSF yang
dipengaruhi oleh faktor biotik, abiotik dan perilaku seleksi seksual.
Penelitian ini dilakukan di dalam screen house secara semi-outdoor sehingga memungkinkan
pencahayaan dari sinar matahari secara langsung. Analisis pola perilaku kawin dan reproduksi
BSF dilakukan secara kontinu selama periode kawin dan oviposisi menggunakan metode
continuous behavioral sampling. Tabel hidup BSF dianalisis dengan metode two sex life table
untuk mengetahui tingkat kelulushidupan dan potensi reproduksi BSF yang dipelihara pada lima
jenis sampah organik yang berbeda. Pengamatan terhadap perilaku seleksi seksual berdasarkan
perbedaan umur, ukuran tubuh dan virginitas pasangan kawin dikaji pengaruhnya terhadap tingkat
sukses kawin serta nilai fekunditas dan fertilitas telur yang dihasilkan. Pengaruh densitas larva
dipelajari pada lima ukuran densitas larva dan pengaruh perbedaan rasio seks dikaji pada rasio
seks dominansi jantan dan dominansi betina kemudian dianalisis pengaruhnya terhadap sukses
kawin dan reproduksi melalui parameter frekuensi kawin, frekuensi oviposisi, fekunditas dan
fertilitas telur. Perilaku preferensi jenis ovitrap dipelajari pada empat jenis ovitrap dan diamati
pengaruhnya terhadap perilaku oviposisi betina BSF serta perolehan telur yang fertil dari setiap
jenis ovitrap.
Aktivitas kawin BSF umumnya dimulai pada saat umur dua hari yang ditandai dengan banyaknya
perilaku lek yang dilakukan jantan, dilanjutkan dengan perilaku courtship antara jantan dan betina
dan serangkaian perilaku kawin spesies spesifik kemudian diakhiri dengan kopulasi yang
menandai sukses kawin. Periode oviposisi BSF berlangsung selama tujuh hari dimulai pada umur empat hari atau dua hari setelah aktivitas kawin dengan puncak aktivitas oviposisi terjadi pada
awal periode kemudian cenderung menurun hingga akhir periode oviposisi. Potensi reproduksi dan
tingkat kelulushidupan BSF dipengaruhi oleh jenis pakan organik yang diberikan saat periode
larva. Perlakuan pakan sampah restoran padang saat periode larva memberikan nilai potensi
reproduksi paling tinggi diantara perlakuan lainnya. Nilai reproduksi maksimum yang dihasilkan
betina pada perlakuan sampah restoran padang adalah 339,28 pada hari ke-45, dan untuk nilai
reproduksi paling rendah adalah 28,68 pada hari ke-50.
Perilaku seleksi seksual berdasarkan status virginitas, ukuran tubuh, dan umur pasangan kawin
mempengaruhi sukses kawin dan reproduksi secara nyata pada BSF. Pasangan kawin jantan virgin
dan betina virgin memiliki frekuensi kawin (30,8 ± 4,08) dan frekuensi oviposisi total (22,4 ± 2,61)
paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan kombinasi pasangan kawin lainnya. Namun
demikian, status virginitas tidak mempengaruhi secara nyata terhadap jumlah telur, berat telur dan
fertilitas telur yang dihasilkan. Kombinasi pasangan kawin yang terdiri dari jantan berukuran besar
dan betina besar memiliki frekuensi kawin (35,3 ± 4,64) dan oviposisi (28 ± 2,04) paling tinggi,
sebaliknya pasangan kawin jantan kecil dan betina kecil memiliki frekuensi kawin (13,7 ±5,18)
dan oviposisi paling rendah (5,0 ± 0,63). Terdapat kecenderungan individu jantan yang
dipasangkan dengan betina yang berukuran besar memiliki frekuensi kawin yang lebih besar
dibandingkan dengan jantan yang dipasangkan dengan betina berukuran sedang ataupun kecil.
Pasangan jantan dan betina muda memiliki frekuensi kawin (39,7 ± 2,80), frekuensi oviposisi (30,0
± 0,94) dan perolehan total telur (8.894 ± 1.814) dan fertilitas telur (92,3 ± 4,97) paling tinggi.
Penundaan aktivitas kawin yang terjadi pada pasangan jantan dan betina tua dapat menurunkan
sukses kawin dan reproduksi pada BSF.
Densitas larva yang tinggi (1200 larva) pada BSF dapat memperpanjang waktu perkembangan
larva (55 hari), menghasilkan ukuran larva instar akhir (14,55 ± 1,35) prepupa dan dewasa yang
lebih kecil, serta frekuensi kawin (34 ± 1,98), frekuensi oviposisi (20 ± 0,97) dan total telur (11.851
± 1.051,4) yang rendah tetapi diiringi fertilitas telur yang tinggi (90,6 ± 3,49). Seleksi seksual yang
melibatkan perbedaan rasio seks jantan dan betina turut menentukan sukses kawin dan reproduksi
pada BSF. Rasio seks dominansi betina memberikan frekuensi kawin (158 ± 6,28), frekuensi
oviposisi (103 ± 14,79), jumlah total telur (45.342 ± 3.244,3) dan berat telur (1.603,0 ± 129,7)
paling tinggi diantara perlakuan lainnya. Berdasarkan perilaku preferensi jenis ovitrap dapat
diketahui bahwa ovitrap jenis kayu merupakan jenis ovitrap yang paling disukai BSF untuk
meletakkan telur sehingga menghasilkan tangkapan total telur paling tinggi (9.262 ± 903,7)
dibandingkan dengan jenis ovitrap lainnya.
Secara umum hasil penelitian ini menggambarkan kontribusi penting dari faktor abiotik (jenis
pakan, jenis ovitrap), biotik (densitas larva, rasio seks dewasa), dan perilaku seleksi seksual
(melibatkan virginitas, ukuran tubuh, umur pasangan kawin) dalam mencapai sukses kawin dan
reproduksi pada BSF. Informasi ini sangat krusial dan dapat dijadikan dasar untuk
mengembangkan sistem pemeliharaan BSF sehingga dapat menjamin ketersediaan populasi BSF
secara optimal dan berkelanjutan baik dalam aplikasi pemeliharaan skala kecil, komunal ataupun
massal.