Ayam kampung merupakan salah satu ternak unggas yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia dan dunia. Sampai dengan saat ini pemeliharaan ayam kampung belum banyak dilakukan secara komersial. Hal ini disebabkan karena produktivitas ayam kampung yang relatif rendah. Kendala utama dalam meningkatkan produktivitas ayam kampung adalah sifat mengeram dan mengasuh anak yang lama. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian untuk memanipulasi proses reproduksi ayam kampung dengan pendekatan hormonal. Pendekatan hormonal difokuskan pada hormon yang paling berperan dalam menginduksi sifat mengeram yaitu hormone prolaktin. Tujuan dari penelitian ini adalah (i) Mengevaluasi profil hormon Follicle Stimulation Hormone (FSH), Luitening hormon (LH) dan Prolaktin pada empat fase reproduksi ayam kampung, (ii) menganalisis performa produksi ayam kampung yang diberi ransum tepung larva Black Soldier Fly (BSF) Hermetia illucens dengan tingkat protein dan energi yang berbeda, (iii) menganalisa performa reproduksi ayam kampung yang diberi anti prolaktin dalam berbagai dosis dan ransum dengan tingkat protein 18% dan energi metabolis 2800 kkal/kg, (iv) mengevaluasi pola dan level ekspresi gen-gen sifat mengeram.
Mengevaluasi profil hormon reproduksi FSH, LH dan Prolaktin akan memberikan gambaran konsentrasi ketiga hormon tersebut pada fase sebelum bertelur, fase bertelur, fase mengerami telur dan fase mengasuh anak ayam kampung. Hasil penelitian menunjukan bahwa konsentrasi hormon FSH mencapai puncak pada fase bertelur, konsentrasi hormon Prolaktin mencapai puncak pada fase mengerami telur, sementara konsentrasi hormon LH tidak mengalami fluktuasi yang berarti.
Menganalisa performa produksi ayam kampung yang diberi ransum tepung larva BSF dengan tingkat protein dan energi yang berbeda dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: menentukan bahan utama ransum yang terdiri atas : tepung jagung, tepung kedelai, tepung ikan, tepung larva BSF, tepung tapioka, dedak padi dan Premix. Masing-masing bahan tersebut dianalisis kandungan protein dan energi untuk dijadikan dasar perhitungan komposisi ransum. Sebelas jenis ransum digunakan sebagai perlakuan yaitu : R0 (Kontrol, Ransum komersial), R1 ransum dengan kombinasi PK 14% dan EM 2600kkal/kg; R2 ransum dengan kombinasi PK 14% dan EM 2800kkal/kg, R3 ransum dengan kombinasi PK 16% dan EM 2600kkal/kg, R4 ransum dengan kombinasi PK 16% dan EM 2800kkal/kg, R5 ransum dengan kombinasi PK 18% dan EM 2600kkal/kg, R6 ransum dengan kombinasi PK 18% dan EM 2800kkal/kg, R7 ransum dengan kombinasi PK 20% dan EM 2600kkal/kg, R8 ransum dengan kombinasi PK 20% dan EM 2800kkal/kg, R9 ransum dengan kombinasi PK 22% dan EM 2600kkal/kg dan R10 ransum dengan kombinasi PK 22% dan EM 2800kkal/kg. Masing masing perlakuan diulang 4 kali sehingga diperoleh 44 unit percobaan. Parameter yang diukur adalah pertambahan bobot badan (PBB), konsumsi ransum (KR), specific growth rate (SGR), konversi ransum (KV), index visceral IV), index lemak intra peritoneal (ILI) dan konsentrasi protein jaringan (KPJ). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SPSS for windows versi 25, bila perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan R6 yaitu ransum dengan kombinasi protein 18% dan energi 2800 kkal/kg memberikan performa produksi terbaik secara signifikan dengan kelompok perlakuan lainnya kecuali perlakuan R5.
Ransum R6 hasil tahapan penelitian sebelumnya digunakann untuk menganalisis performa reproduksi ayam kampung yang diberi anti prolaktin dalam berbagai dosis. Ayam kampung betina umur reproduksi (6-7 bulan) sebanyak 25 ekor dibagi dalam 5 kelompok perlakuan yaitu : kelompok kontrol (P0) : diberi air tanpa 2-Bromo-?-methanesulfonate ergocryptine salt, perlakuan 1 (P1) : diberi 2-Bromo-?-Ergocryptine Methanesulfonate salt dengan dosis 0,12 mg/kg bb, perlakuan 2 (P2): diberi 2-Bromo-?-Ergocryptine Methanesulfonate salt dengan dosis 0,35 mg/kg bb dan perlakuan 3 (P3) : diberi 2-Bromo-?-Ergocryptine Methanesulfonate salt dengan dosis 0,70 mg/kg bb dan perlakuan 4 (P4) diberi 2-Bromo-?-Ergocryptine Methanesulfonate salt dengan dosis 1,40 mg/kg bb secara oral (Martindale, 2009) dengan menggunakan tabel konversi perhitungan dosis antar hewan (Bacharach and Laurence, 1964). Pemberian senyawa 2-Bromo-?-Ergocryptine Methanesulfonate salt diberikan pada saat ayam menunjukan tanda-tanda akan mengeram. Parameter performa reproduksi yang diukur pada penelitian ini adalah : Berat badan induk (g), jumlah telur/periode bertelur (butir), berat telur/periode bertelur (g), fertilitas telur : jumlah telur yang menetas (%), waktu kembali bertelur (hari): dihitung sejak hewan uji diberi perlakuan hingga kembali bertelur, viabilitas Day old chick (DOC) dan Konsentrasi Hormon Prolaktin. Pertambahan berat doc selama 2 minggu diukur dengan persamaan (Amien dkk., 2015): Weight gain (%) = Wt – Wo/ t. Hasil penelitian ini menunjukan Perlakuan 4 (P4) yaitu dosis anti prolactin 1,4 mg/kg bb dapat meningkatkan siklus bertelur ayam kampung yang diberi ransum dengan kandungan protein kasar 18% dan energi metabolis 2800 kkal/kg dan tidak menurunkan performa reproduksinya. Konsentrasi hormon prolaktin cenderung menurun dengan bertambahnya dosis anti prolaktin.
Pada tahap empat, dilakukan pengukuran pola serta level ekspresi gen-gen sifat mengeram dengan menggunakan metote RT-qPCR. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gen-gen sifat mengeram yaitu Gen PRL, gen PREB, gen Pit-1, gen VIP menunjukan pola dan level ekspresi yang semakin menurun dengan bertambahnya dosis anti prolaktin.