digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

TA_2021_Annisa Gita Salsabila_1-Abstrak.pdf ]
PUBLIC Garnida Hikmah Kusumawardana

Meningkatnya penggunaan perangkat elektronik dengan harga yang terjangkau terus meningkatkan jumlah timbulan limbah elektronik. Namun belum ada ketentuan teknis tertentu mengenai pengelolaan limbah elektronik. Selain itu, limbah elektronik mengandung komponen berbahaya dan beracun, sehingga pengelolaan limbah elektronik didasarkan pada pengelolaan limbah B3. Disisi lain limbah elektronik dapat didaur ulang dan komponennya bernilai ekonomi. Penelitian ini dilakukan untuk memperkirakan potensi timbulan limbah elektronik, potensi pengelolaannya, dan potensi daur ulangnya di Kota Malang. Pada penelitian ini data primer diambil melalui kuisioner sebanyak dua kali. Kuisioner pendahuluan digunakan untuk menentukan 15 jenis alat elektronik yang paling banyak dimiliki oleh warga Kota Malang sebagai objek penelitian, dimana terpilih handphone, laptop, televisi, kipas angin, setrika, kulkas, printer, mesin cuci, kamera, dispenser, PC, AC, tablet, radio, dan vacuum cleaner. Kuisioner utama disebarkan untuk menentukan timbulan limbah elektronik, willingness to participate, willingness to pay, dan ability to pay kepada 102 responden/KK yang dihitung dengan rumus Yamane dengan metode proportional random sampling. Potensi timbulan limbah elektronik dihitung dengan metode time-step model dan delay model. Berdasarkan hasil perhitungan, potensi limbah elektronik di Kota Malang diperkirakan mencapai 5.213,56 ton pada tahun 2021, 5.401,51 ton pada tahun 2030, dan 10.666,31 ton pada tahun 2050. Kemudian diberikan rekomendasi pengelolaan limbah elektronik yang meliputi kegiatan pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, hingga pendanaan pengelolaan limbah elektronik. Hasil analisis material yang dapat didaur ulang dari limbah elektronik menunjukkan bahwa terdapat 36,4% logam, 23,5% kaca, 21,8% plastik, 9,3% komponen elektronik, dan 0,1% baterai. Untuk keinginan responden berpartisipasi dalam pengelolaan limbah elektronik 98% responden bersedia memilah limbah elektronik yang dimiliki dan 100% responden bersedia membuang limbah elektronik apabila terdapat fasilitas yang tersedia. Selain itu, dari penelitian ini diketahui bahwa dana pengelolaan limbah elektronik belum dapat dikumpulkan dengan penarikan retribusi kepada masyarakat. Sehingga direkomendasikan implementasi sistem EPR dimana responden bertanggungjawab dalam pendanaan pengelolaan limbah elektronik dan konsumen mendapatkan insentif dari kegiatan pengumpulan limbah elektronik.