digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

DKI Jakarta mengalami beberapa kali kejadian banjir cukup besar, terutama setelah terjadinya perubahan tata guna lahan yang semakin massif dari tahun ke tahun. Salah satu kejadian banjir besar yang terjadi yaitu pada awal tahun 2020, yang mana salah satu titik konsentrasi banjir terdapat pada kawasan Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan. Hal tersebut tidaklah baik mengingat Setiabudi sebagai area segitiga emas perekonomian di DKI Jakarta, sehingga kejadian banjir yang terjadi pada kawasan ini akan cukup mengganggu laju perekonomian DKI Jakarta sebagai sebuah provinsi. Kajian drainase dilakukan dengan mengambil 3 kelurahan sebagai bahasan yaitu Kelurahan Setiabudi, Karet, dan Karet Kuningan. Saluran drainase yang digunakan merupakan saluran drainase PHB. Keluaran dari sistem drainase pada lokasi kajian yaitu mengalir ke Kali Krukut, Kali Cideng, dan Waduk Setiabudi Barat. Luas area drainase kajian yaitu 285.55 ha. Stasiun hujan yang berpengaruh merupakan Stasiun Hujan Cawang dan Kemayoran. Adapun seri data yang digunakan yaitu selama 15 tahun (2004-2018). Kriteria curah hujan rencana yang digunakan yaitu dengan periode ulang 10 tahun dan 25 tahun sebagai kontrol. Berdasarkan hasil pemodelan SWMM, model drainase dengan periode ulang 10 tahun tidak menghasilkan luapan banjir pada semua saluran drainase sedangkan untuk model drainase dengan periode ulang 25 tahun menghasilkan luapan banjir pada beberapa nodes dengan total volume banjir 10.727 m3. Kemudian, drainase di lokasi kajian (Setiabudi) masih mampu mengampu debit drainase dengan batas penerapan curah hujan rancangan yaitu 232 mm. Apabila diterapkan nilai di atas 232 mm, maka terdapat saluran drainase yang meluap pada salah satu atau beberapa dari saluran drainase di lokasi kajian. Alternatif solusi yang mungkin untuk permasalahan banjir di lokasi drainase kajian yaitu penerapan sumur resapan, mengingat peruntukan lahan di sekitar lokasi kajian berdasar Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 mengenai RTRW 2030, yaitu untuk permukiman dan perkantoran. Dibutuhkan sedikitnya 60 buah sumur resapan di Kelurahan Setiabudi dan 77 buah sumur resapan di Kelurahan Karet Kuningan. Selanjutnya, debit banjir maksimum pada periode ulang 100 tahun menggunakan metode SCS di Kali Krukut sebesar 233.47 m3/det. Periode ulang 100 tahun ditentukan berdasarkan kriteria desain untuk sungai di ibukota negara, yang diambil dari acuan Peraturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 28 Tahun 2015 mengenai Penentuan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau. Dengan alternatif solusi berupa penerapan tanggul, area genangan banjir yang sebelumnya berjumlah 1.37 ha turun secara signifikan menjadi 0.31 ha, dengan tingkat penurunan sebesar 77.4%. Kemudian, penerapan perbandingan kondisi tata guna lahan tahun 1990 dan 2012 menghasilkan beda kondisi aliran yang tidak terlalu signifikan, yang mana perbedaan area genangan banjir sebesar 21.9% (tahun 1990 sebesar 1.07 ha dan tahun 2012 sebesar 1.37 ha). Kemudian, debit banjir maksimum pada periode ulang 100 tahun menggunakan metode rasional di Kali Cideng sebesar 353 m3/det. Berdasarkan analisis penampang Kali Cideng terbaik, diperoleh lebar saluran 22 m dan tinggi total (H) ditambah tinggi jagaan sebesar 11.35 m. Adapun outlet drainase yang mengalir ke Kali Cideng setidaknya harus memiliki elevasi di atas 15 mdpl. Selanjutnya, berdasarkan analisis terhadap Waduk Setiabudi Barat, menunjukkan bahwa belum diperlukan pola operasi dari waduk untuk mengeluarkan air dari waduk (Vout belum dibutuhkan) dengan kapasitas tampungan waduk (271,654.3 m3) masih jauh lebih besar dari debit drainase yang masuk (75.17 m3). Oleh karena itu, peristiwa banjir di J10 dan J40 dapat diantisipasi dengan melakukan modifikasi terhadap slope dari kedua saluran drainase tersebut.