digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

aluminium diproduksi dari alumina dengan proses Hall-Heroult, sedangkan alumina dihasilkan dari bauksit dengan proses Bayer. Setiap 1 ton alumina yang diproduksi akan dihasilkan 1–2 ton residu bauksit. Residu bauksit merupakan limbah berbahaya karena mengandung logam berat dan memiliki pH 10-13. Meningkatnya produksi logam aluminium menimbulkan masalah terkait bertambahnya jumlah residu bauksit. Di sisi lain, sampah plastik merupakan sampah yang paling banyak ditemukan di dunia. Pemanfaatan residu bauksit bersama dengan limbah plastik adalah salah satu upaya untuk mengurangi limbah residu bauksit dan plastik yang ada. Pada studi ini telah dipelajari pemrosesan temperatur tinggi residu bauksit dengan reduktor grafit dan plastik dalam bentuk Low Density Polyethylene (LDPE). Percobaan peleburan residu bauksit dimulai dengan karakterisasi residu bauksit dengan menggunakan X-ray Fluorescence (XRF) dan X-ray Diffraction (XRD). Kemudian residu bauksit ditambahkan grafit sebesar 1 dan 2 kali kebutuhan stoikiometri. Gabungan grafit dan LDPE ditambahkan pada beberapa campuran sejumlah 1 (grafit : LDPE = 0,5: 0,5) dan 2 (grafit : LDPE = 1:1 dan 1,5:0,5) kali kebutuhan stoikiometri. Sekitar 1 gram campuran tersebut kemudian dibriket dan dilebur dalam vertical tube furnace pada temperatur 1400, 1450 dan 1500 oC dengan waktu peleburan 15, 30, dan 60 menit. Peleburan dalam vertical tube furnace dilakukan pada kondisi inert dengan mengalirkan gas argon sebesar 1 L/menit. Setelah waktu peleburan yang ditargetkan tercapai, hasil peleburan didinginkan secara cepat lalu dikeringkan. Sampel hasil peleburan kemudian dimounting dalam resin epoxy, dipoles permukaannya, diamati dengan mikroskop optik, dan dianalisis dengan Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS) untuk mengetahui fasa-fasa yang terbentuk dan komposisi unsur di dalamnya. Data yang didapat kemudian dianalisis untuk mempelajari pengaruh dari temperatur peleburan, waktu peleburan, jumlah reduktor, serta jenis reduktor. Secara umum fasa-fasa yang teramati pada sampel peleburan residu bauksit adalah fasa logam dan fasa terak. Selain itu, fasa corundum (Al2O3) dapat terbentuk juga pada kondisi peleburan yang sangat reduktif. Peningkatan temperatur dan waktu peleburan akan meningkatkan kandungan Si dan menurunkan kandungan Fe dalam fasa logam. Penambahan reduktor grafit hingga 2 kali kebutuhan stoikiometri menghasilkan logam ferosilikon (FeSi) dengan kandungan silikon tertinggi mencapai sekitar 19%. Fasa logam juga mengandung unsur vanadium dengan kandungan yang bervariasi antara 0,08% hingga 2,05%. Beberapa unsur pengotor yang ditemukan pada fasa logam adalah sulfur dan fosfor dengan kandungan masing-masing mencapai 0,35% dan 1%. Peningkatan temperatur dan waktu peleburan akan menurunkan kandungan FeO dalam fasa terak. Fasa terak didominasi oleh komponen SiO2, Al2O3, dan CaO. Kandungan Na2O pada terak menurun drastis pada penambahan grafit sebesar 2 kali stoikiometri. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa natrium dapat menguap pada kondisi yang sangat reduktif. Penambahan LDPE ditemukan tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap komposisi dari fasa logam dan terak yang terbentuk. Pada kondisi temperatur tinggi pada studi ini, LDPE dengan cepat menguap sehingga tidak memiliki waktu kontak yang cukup untuk bereaksi dengan residu bauksit.