Pengukuran data gayaberat di wilayah darat di Indonesia telah dilakukan sejak zaman kolonial Belanda. Meningkatnya kebutuhan data gayaberat untuk aplikasi pada berbagai bidang keilmuan menuntut ketersediaan data gayaberat di Indonesia. Salah satu aplikasi pemanfaatan data gayaberat adalah untuk penentuan model geoid Indonesia. Data gayaberat yang menjadi masukan harus memiliki akurasi dan resolusi spasial yang tinggi, dan memiliki cakupan wilayah yang luas. Upaya pemenuhan kebutuhan data gayaberat untuk kepentingan penentuan geoid telah dilakukan dengan metode terestris. Namun demikian, karena wilayah Indonesia memiliki kondisi topografi yang beragam dan wilayah Indonesia yang luas, pemenuhan data gayaberat tersebut belum dapat dicapai. Pengukuran gayaberat dengan metode airborne merupakan salah satu solusi dan telah diterapkan mulai tahun 2008 untuk memenuhi tujuan dari pengukuran gayaberat dalam rangka penentuan geoid di Indonesia.
Untuk mendapatkan geoid yang akurat dan beresolusi tinggi diperlukan juga data gayaberat yang akurat dan beresolusi tinggi. Pada penelitian ini dilakukan asesmen terhadap hasil pengukuran data gayaberat yang dilakukan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) di wilayah pulau Bali yang terdiri dari data gayaberat airborne dan terestris. Dari hasil analisis dan uji kualitas ditemukan bahwa masing-masing data gayaberat airborne maupun terestris masih mengandung bias dan blunder. Untuk data gayaberat terestris, diperoleh ketelitian pada kisaran ±6 mGal. Sedangkan untuk data gayaberat airborne, dari hasil analis cross-over diperoleh
perbedaan nilai di titik-titik cross-over masih dijumpai perbedaan yang cukup signifikan dengan rentang -31.97 – 56.58 mGal pada ketinggian terbang. Persoalan yang dihadapi dalam hal ini lebih terkait pada ketaatan pada prosedur pengukuran data gayaberat airborne dan terestris.