digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Rachmad Hartono
PUBLIC Alice Diniarti

Industri manufaktur saat ini selain harus mampu menghasilkan produk yang berkualitas, murah, dan sesuai dengan jadwal penyelesaian produk juga harus mampu memenuhi keinginan pelanggan yang cepat berubah. Produk yang dihasilkan oleh industri manufaktur harus lebih dapat disesuaikan dengan keinginan pelanggan atau kelompok pelanggan agar daya saing industri manufaktur tetap tinggi. Industri manufaktur saat ini ditantang untuk dapat menghasilkan produk kustomisasi, dalam jumlah terbatas, dan dengan biaya produksi mendekati biaya produksi produk massal. Untuk memenuhi tantangan yang telah dijelaskan pada paragraph sebelumnya, industri manufaktur harus menerapkan teknologi massal yang disesuaikan dan fleksibel (customized and flexible mass production technologies). Penerapan ini memerlukan sistem manufaktur yang terdiri dari elemen-elemen produksi (produk, material, mesin perkakas, perkakas, maupun operator) yang mempunyai sifat mandiri dan cerdas. Elemen-elemen produksi ini bekerja secara mandiri atau saling berkoordinasi untuk menghasilkan produk kustomisasi dan senantiasa bekerja sesuai dengan tujuan bersama yang telah ditetapkan. Sistem manufaktur yang terdiri dari elemen-elemen produksi cerdas disebut sebagai sistem manufaktur cerdas yang merupakan fitur utama Industri 4.0. Secara umum sistem manufaktur cerdas diwujudkan dengan menduplikasi elemen-elemen produksi pada dunia nyata sebagai model elemen-elemen produksi pada sistem virtual. Kondisi model elemen-elemen produksi pada sistem virtual harus selalu sama dengan kondisi elemen-elemen produksi pada dunia nyata. Untuk keperluan tersebut setiap elemen produksi pada dunia nyata diberi perangkat pemantau dan pengendali yang dapat merasakan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan sekaligus memperbarui kondisi model elemen produksi pada sistem virtual. Model elemen produksi pada sistem virtual diberi kecerdasan untuk saling berkomunikasi dan melakukan pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan bersama. Mewujudkan sistem manufaktur cerdas akan relatif mudah bagi industri yang sudah menerapkan paradigma Industri 3.0 dan relatif sulit bagi industri yang masih menerapkan paradigma Industri 2.0 karena terjadi loncatan tahapan. Peralihan dari Industri 2.0 ke 4.0 akan memerlukan biaya yang relatif besar untuk mengganti proses manual yang dilakukan oleh manusia menjadi proses otomatis yang dilakukan oleh peralatan otomatis. Selain itu industri yang masih menerapkan konsep padat karya akan mengalami kesulitan untuk mengganti mayoritas tenaga kerja dengan mesin-mesin otomatis di samping tidak semua elemen produksi dapat dilengkapi dengan perangkat pemantau dan pengendali karena keterbatasan ukuran, sifat, maupun proses yang harus dialami/dilakukan oleh elemen-elemen produksi tersebut. Namun, dibalik keterbatasan yang dijumpai pada sistem manufaktur ini terdapat potensi yang cukup besar yaitu fleksibilitas proses karena sebagian besar proses dilakukan oleh manusia. Upaya untuk meningkatkan kemampuan sistem manufaktur yang berada pada kondisi Industri 2.0 menjadi Industri 4.0 dengan biaya yang terjangkau merupakan fokus penelitian ini. Hal ini dilakukan karena industri manufaktur di Indonesia sebagian besar masih berada pada kondisi Industri 2.0. Secara umum masalah yang dihadapi industri manufaktur di Indonesia adalah integrasi yang tidak berjalan secara baik di antara bagian-bagian yang ada dalam pabrik. Aliran data maupun informasi antar bagian di dalam pabrik yang tidak berjalan secara lancar merupakan salah satu akibat dari integrasi yang tidak terjadi secara baik tersebut. Kondisi ini menyebabkan penyelesaian terhadap masalah menjadi bersifat lokal dan tidak dilakukan secara komprehensif. Selain itu aktivitas produksi dilaksanakan hampir tanpa rencana atau direncanakan tanpa didasarkan pada data yang sesuai dengan kondisi nyata dan terkini di pabrik. Salah satu cara untuk mengatasi hambatan aliran data maupun informasi pada industri manufaktur yang berada pada kondisi Industri 2.0 adalah dengan mengembangkan konsep stasiun kerja virtual mampu konfigurasi (SKVMK). Pada konsep ini, unit produksi dibagi menjadi beberapa area kerja yang saling berimpit sehingga tidak ada area di dalam unit produksi yang tidak menjadi area kerja stasiun kerja manapun. Setiap stasiun kerja dilengkapi dengan perangkat pemantau dan pengendali. Setiap stasiun kerja diberi kemampuan untuk mengenal setiap elemen produksi maupun perubahan kondisi elemen produksi yang berada di dalam area kerjanya serta mengubah kondisi model sesuai dengan kondisi nyata elemen produksi. Agar stasiun kerja mempunyai kemampuan tersebut, setiap kali suatu elemen produksi memasuki area kerja stasiun kerja, elemen produksi tersebut didaftarkan sebagai anggota stasiun kerja tersebut. Pendaftaran elemen produksi sebagai anggota stasiun kerja dilakukan dengan cara memindai identitas setiap elemen produksi. Identitas setiap elemen produksi dapat berupa stiker yang memuat kode batang atau kartu RFID. Dengan memanfaatkan konsep SKVMK perangkat pemantau dan pengendali yang ditanamkan pada setiap elemen produksi diganti dengan stiker maupun kartu RFID yang memuat identitas elemen produksi. Dengan demikian biaya pemantauan dan pengendalian menjadi lebih murah. Konsep SKVMK telah digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan sistem pemantau operasi produksi di salah satu industri manufaktur di Indonesia. Dari pemantauan tersebut dapat direkam beberapa data operasi. Berdasarkan data tersebut dapat diperoleh beberapa informasi terkait dengan kondisi unit produksi seperti kebutuhan material, perkembangan penyelesaian produk, jumlah jam kerja operator, mampu telusur komponen penyusun produk, dan beberapa informasi yang yang terkait pengendalian produksi. Kontribusi penelitian ini adalah sistem pemantau unit produksi yang dibangun dapat dimanfaatkan oleh industri manufaktur yang menerapkan konsep padat karya. Sistem pemantau yang dibangun juga dapat memberikan gambaran bagaimana cara memantau unit produksi tanpa melakukan penggantian pada proses produksi maupun peralatan produksi yang telah ada.