Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai bauran energi terbarukan hingga 23% pada
tahun 2025. Namun, target tersebut masih tertinggal jauh, dengan hanya 9% pada tahun 2019. Hal
ini disebabkan karena kurangnya kontribusi masyarakat terhadap produksi energi terbarukan PV
melalui panel surya atap. Salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah mendorong konsep
Building Integrated Photovoltaic (BIPV), sebuah konsep untuk mengintegrasikan PV ke dalam
gedung dengan cara mengganti material konstruksi dengan PV. Penelitian ini akan membahas
tentang analisis penerapan BIPV di Indonesia One Tower di Jakarta. BIPV pada gedung dapat
dipasang di atap dan di sisi gedung. Pada Menara Utara Terdapat 2 sisi gedung yang akan dipasang
PV (Timur Laut, Barat Laut) sedangkan pada Menara Selatan terdapat 3 sisi (Timur Laut, Barat
Laut, Atap). Komponen yang digunakan pada penelitian ini adalah Qingdao Power World type
PW100A PV Module (a-Si, 100 Wp), Inverter Fronius IG PLUS V 6.0-1 UNI 6KW, and BYD
Battery-Box Premium HVS 10.2 (baterai khusus skenario BIPV dengan BESS). Dengan
menggunakan software PVSyst untuk simulasi, pemasangan BIPV di kedua menara dapat
menghasilkan energi listrik 132 MWh per tahun. Tanpa BESS, listrik dari BIPV dapat menyuplai
43% dari beban total per tahun. Dengan BESS, listrik dari BIPV dapat menyuplai 51% dari total
beban per tahun. Untuk LCOE di skenario BIPV tanpa BESS adalah Rp 847.977/kWh (Menara
Utara) and Rp989.31/kWh (Menara Selatan). Sedangkan LCOE di skenario BIPV dengan BESS
adalah Rp2261.272 /kWh (Menara Utara) and Rp2119.9425/kWh (Menara Selatan). Setelah
simulasi, didapatkan kesimpulan bahwa pemasangan BESS tidak menguntungkan secara ekonomi
dengan nilai ROI sebesar -48% (Menara Utara) dan -46.2% (Menara Selatan).