ABSTRAK Theofilus Hobba Pramono
PUBLIC Irwan Sofiyan
COVER Theofilus Hobba Pramono
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 1 Theofilus Hobba Pramono
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 2 Theofilus Hobba Pramono
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 3 Theofilus Hobba Pramono
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 4 Theofilus Hobba Pramono
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 5 Theofilus Hobba Pramono
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
PUSTAKA Theofilus Hobba Pramono
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Arkeoastronomi adalah keilmuan yang mempelajari kesegarisan antara benda
langit dengan bangunan kuno yang mencerminkan kepentingan posisi benda
langit bagi masyarakat kuno, ditandai dengan kecocokan deklinasi benda langit
dengan arah deklinasi bangunan tersebut. Di Indonesia, keilmuan ini dapat
diimplementasikan untuk candi-candi peninggalan kebudayaan Jawa kuno,
termasuk Candi Sukuh dan Cetho yang dikenal memiliki arsitektur berbeda
dengan candi kebanyakan.
Perhitungan kesegarisan dilakukan untuk sepuluh nilai azimut di Candi
Sukuh dan enam nilai azimut di Candi Cetho. Nilai azimut tersebut, bersama
dengan nilai lintang dan altitude, dihitung menjadi nilai arah deklinasi
bangunan yang kemudian dicocokkan dengan deklinasi bintang yang sudah
terkoreksi. Terhitung ada enam potensi kesegarisan di Candi Sukuh dan dua
di Candi Cetho. Melalui pengujian signikansi, hanya satu dari enam potensi
kesegarisan di Candi Sukuh yang memiliki nilai p-value lokal kurang dari 0.05,
yakni sebesar 0.0028 untuk potensi kesegarisan dengan Pollux. Untuk Candi
Cetho, hanya potensi kesegarisan dengan Alhena yang memiliki nilai p-value
lokal lebih kecil dari 0.05, yakni sebesar 0.0006. Meskipun begitu, nilai p-value
global kedua candi lebih besar dari 0.05 sehingga semua dugaan kesegarisan
di kedua candi tidak dapat dianggap bukan merupakan kesegarisan acak/kebetulan.
Berdasarkan informasi makna posisi benda langit yang diperoleh,
tidak tidak ditemukan pemaknaan posisi untuk Pollux dan Alhena menurut
kebudayaan Jawa. Benda-benda langit lain yang pada perhitungan sebelum
uji signikansi memiliki potensi kesegarisan, yakni Matahari, Bulan, Betelgeuse,
dan Bellatrix, masih dapat dihubungkan dengan makna posisinya dalam
kebudayaan Jawa. Mengingat nilai p-value global yang besar, bisa saja kedua
candi ini tidak dibangun dengan mempertimbangkan posisi benda langit,
tetapi lebih ke konsep chthonic.