Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduknya, kebutuhan daging sapi warga negara Indonesia
semakin meningkat. Namun peningkatan jumlah produksi daging sapi tidak secepat peningkatan
kebutuhan warga masyarakat. Defisit ini dipenuhi dengan impor yang nilainya sangat besar (Rp.
4,27 Triliun per tahun pada tahun 2016) dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia,
teknologi inseminasi buatan adalah satu-satunya teknologi reproduksi yang paling aplikatif untuk
meningkatkan produksi ternak terutama sapi. Untuk pelaksanaan inseminasi buatan diperlukan
semen sapi beku berkualitas. Sebelumnya, kebutuhan semen beku sebagai bahan dasar untuk
inseminasi buatan juga dipenuhi dengan impor. Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang diberikan
mandat oleh pemerintah untuk menyediakan semen sapi beku berkualitas dengan kuantitas yang
cukup untuk inseminasi buatan tersebut. Untuk memenuhi peran tersebut, BIB perlu meningkatkan
kinerja aktivitas utamanya yaitu pemeriksaan semen.
Pemeriksaan semen terbagi dua kelompok, yaitu pemeriksaan secara makroskopis dan
mikroskopis. Di Balai Inseminasi Buatan Lembang, setiap harinya ada sekitar 40% sampel semen
segar yang dibuang karena tidak memenuhi kriteria kualitas semen yang baik. Dari semen yang
dibuang tadi, 99%-nya dibuang karena hasil pemeriksaan mikroskopisnya tidak memenuhi
kriteria. Pemeriksaan mikroskopis pun bisa dilakukan secara manual, namun memiliki beberapa
kelemahan yaitu subjektivitas yang tinggi, intravariability dan intervariability yang juga tinggi,
kebutuhan waktu yang lebih lama, serta kelelahan pada mata pengamat. Menurut panduan
pemeriksaan semen SNI 2017, salah satu pemeriksaan mikroskopis yang utama adalah
pemeriksaan/pengukuran motilitas di mana pemeriksaan ini menjadi fokus utama penelitian ini.
Ada tiga komponen utama untuk mendapatkan pengukuran motilitas sperma sapi yang handal dan
cepat: pendeteksian, pelacakan, dan klasifikasi yang akurat dan cepat. Pada proses pendeteksian
sperma, mayoritas peneliti masih menggunakan pengolahan citra digital biasa dengan kelemahan
hasil deteksi yang terbatas, rentan terhadap pengotor, dan kecepatan yang rendah. Akhir-akhir ini
metode pendeteksian objek berbasis deep learning semakin menjadi pilihan para peneliti karena
kehandalan pendeteksian dan kecepatannya. Salah satu state of the art metode berbasis deep
learning ini adalah YOLOv3, namun belum ditemukan penggunaannya untuk pendeteksian
sperma sapi. Di samping kelebihannya, metode ini punya keterbatasan yaitu dibutuhkan sampel
dataset teranotasi yang sangat banyak agar tidak terjadi overfitting dan tetap menghasilkan akurasi
yang baik. Selain itu YOLOv3 memiliki arsitektur yang cukup besar sehingga mengurangi
kecepatan pelatihan dan pengujiannya. Pada penelitian ini diusulkan DeepSperm500, sebuah
model yang terdiri dari arsitektur yang lebih kecil dibandingkan YOLOv3 dengan hyperparameter
yang dioptimasi sehingga menghasilkan akurasi yang baik dan kecepatan tinggi. DeepSperm500
mencapai akurasi 94,01 mAP pada dataset pengujian, 6,5 poin mAP lebih tinggi dari metode state
of the art (YOLOv3) dengan kecepatan 66,98 fps (3 kali lebih cepat daripada YOLOv3).
Pada pelacakan multisperma, kendala yang sering terjadi adalah kesalahan pelacakan yang
disebabkan kegagalan pendeteksian. Pada penelitian ini diusulkan penggunaan Tracking-Grid dan
sudut rata-rata arah gerak sperma dalam memprediksi sperma yang gagal dideteksi tersebut. Cara
ini terbukti efektif dibandingkan metode sebelumnya yang menggunakan sudut arah kepala sperma
karena pergerakan sperma nonmotil-progresif sering kali tidak mengikuti arah kepala sperma.
Tracking-Grid juga terbukti berhasil membantu pelacakan sperma yang bergerak sangat cepat.
Tracking-Grid dan sudut rata-rata arah gerak sperma mengurangi perubahan identitas (ID switch)
dan meningkatkan akurasi dengan akurasi keseluruhan (MOTAL) 69,4. Akurasi ini lebih tinggi
16,2 poin dibandingkan state of the art (Deep SORT). Kecepatan yang dicapai adalah 32,36 fps
(lebih cepat 1,4x dibandingkan Deep SORT).
Pada klasifikasi sperma, di mana ditentukan sebuah sel sperma termasuk sperma motil-progresif
atau tidak, mayoritas peneliti menggunakan hanya satu parameter Computer Assisted Sperm
Analysis (CASA) dengan nilai ambang batas statis. Cara tersebut cukup efektif untuk klasifikasi
sperma motil-progresif, namun menghadapi kendala pada sperma nonmotil-progresif seperti
sperma yang bergetar dan sperma yang mengambang. Dalam penelitian ini diusulkan klasifikasi
menggunakan support vector mechine (SVM) dengan tiga parameter CASA, yaitu: VCL, VSL,
LIN. Pengklasifikasi ini diberi nama Bull Sperm Progressive Motility Classifier
(BSPMCSVM3CASA). Hasil eksperimen menunjukkan akurasi BSPMCSVM3CASA 92,28%, lebih tinggi
0,71 – 3,89 poin dibandingkan metode klasifikasi yang lain.
Sebagai ringkasan, kontribusi penelitian ini dalam khazanah ilmu pengetahuan adalah
DeepSperm500 untuk pendeteksian sperma, sudut rata-rata arah gerak sperma dan Tracking-Grid
untuk pelacakan multisperma, serta BSPMCSVM3CASA untuk klasifikasi motilitas sperma sapi. Hasil
eksperimen menunjukkan hasil yang dicapai oleh metode-metode yang diusulkan dalam penelitian
ini menghasilkan akurasi dan kecepatan yang lebih baik dibandingkan metode-metode
sebelumnya.