Pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19) telah merenggut banyak nyawa di
hampir di seluruh dunia. Penyakit yang disebabkan oleh severe acute respiratory
syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) ini termasuk ke dalam penyakit infeksi
menular dengan transmisibilitas tinggi. Genomenya mengkode protein struktural
seperti protein spike (S), membran (M), envelope (E), dan nukleokapsid (N).
Menurut beberapa penelitian global, gen N memiliki jumlah mutasi tertinggi ketiga
di antara protein SARS-CoV-2 lainnya. Protein N berperan dalam mengikat RNA
pada proses packaging. Dengan membuat obat antiviral yang menargetkan proses
pengikatan RNA, replikasi virus dapat dihambat. Namun, penelitian tentang
analisis varian gen nukleokapsid di Indonesia masih sangat terbatas. Oleh karena
itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis varian sekuens gen nukleokapsid
SARS-CoV-2 khususnya pada pasien COVID-19 di Jawa Barat, Indonesia dengan
menentukan kekerabatan sampel terhadap sekuens SARS-CoV-2 di dunia dan
memprediksi struktur sekunder proteinnya. Sampel swab orofaring-nasofaring yang
diperoleh dari Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat diamplifikasi dengan
metode polymerase chain reaction (PCR) dan dibaca dengan metode sekuensing
Sanger. Dari dua sampel yang diuji, didapatkan tiga mutasi, yaitu mutasi
R203K/G204R dan A211S pada sampel pertama dan S193I pada sampel kedua,
serta satu nukleotida ambigu hasil bacaan sekuensing Sanger. Berdasarkan sekuens
dari GISAID, mutasi R203K/G204R merupakan mutasi gen nukleokapsid yang
paling umum terjadi di Indonesia, sedangkan mutasi S193I berada pada urutan
ketiga. Mutasi A211S merupakan mutasi novel yang belum pernah dilaporkan.
Analisis filogenetik mengelompokkan sampel pertama dengan 11 sekuens
Indonesia lain yang mengalami mutasi R203K/G204R dan sampel kedua dengan 8
sekuens Indonesia lain yang mengalami mutasi S193I. Pada 178 sekuens yang
digunakan untuk analisis filogenetik, tidak ditemukan mutasi A211S yang lain.
Protein nukleokapsid pada kedua sampel memiliki lebih banyak struktur beta
strand dibandingkan dengan protein wild-type. Struktur beta strand diketahui
bersifat lebih rigid, sehingga dapat mengurangi fleksibilitas protein.